Uji Petik Jangan hanya Formalitas
UJI
petik. Dua kata ini makin populer belakangan ini. Di Mataram misalnya.
Eksekutif dan Legislatif berlomba-lomba melakukan yang namanya uji petik. Di
kalangan Eksekutif lingkup Pemkot Mataram, setidaknya ada dua SKPD yang sudah
melakukan uji petik. Dua SKPD itu adalah Dishubkominfo Kota Mataram Dan
Dispenda Kota Mataram. Dishubkominfo melakukan uji petik terkait potensi parkir
tepi jalan umum. Sedangkan Dispenda melakukan uji petik potensi pajak hotel dan
restoran.
Seolah
tidak mau kalah, belakangan Komisi II DPRD Kota Mataram juga merencanakan hal
serupa. Tidak tanggung-tanggung, komisi yang membidangi masalah ekonomi dan
keuangan itu, akan menggandeng mahasiswa selaku tenaga uji petik. Keinginan
politisi lingkar selatan melakukan uji petik, konon dilatarbelakangi minimnya
target berikut capaian eksekutif terkait pajak dan retribusi.
Jika
Eksekutif dalam hal ini Dishubkominfo melakukan uji petik terhadap potensi
retribusi parkir tepi jalan umum dan Dispenda melakukan uji petik potensi pajak
hotel dan restoran, Komisi II ingin melakukan uji petik terhadap retribusi
pasar tradisional. Ide ini terbilang baru, karena selama ini retribusi pasar
nyaris luput dari perhatian. Keinginan dewan, cukup beralasan.
Meskipun
target retribusi pasar telah tercapai, namun para politisi lingkar selatan
meyakini target retribusi pasar masih bisa dinaikan sekian kali lipat. Apalagi
trend jumlah pedagang di 18 pasar
tradisional di Kota Mataram, terus bertambah. Hal ini terlihat, dari keberadaan
pedagang yang meluber. Tangga yang seharusnya menjadi sarana bagi pengunjung ke
lantai dua, tidak luput dari pedagang. Begitu juga lahan parkir di pasar-pasar
juga dimanfaatkan oleh pedagang untuk berjualan.
Uji
petik memang cukup baik untuk menelusuri potensi riil retribusi dan pajak.
Namun yang terpenting adalah, bagaimana mengeksekusi hasil uji petik itu. Akan
menjadi sia-sia ketika hasil uji petik manakala tidak bisa dilaksanakan dengan
baik. Karena upaya melacak potensi Kota Mataram dari segi retribusi dan pajak
dengan nama uji petik, bukan sekali dua kali dilakukan. Uji petik hampir tiap
saat dilakukan. Uji petik retribusi parkir tepi jalan umum dilakukan minimal
setahun sekali.
Sayangnya,
dalam pelaksanaan, hasil uji petik justru terkesan mubazir. Pasalnya potensi
yang sudah diketahui, sering kali tidak mampu diwujudkan. Sebut saja retribusi
parkir tepi jalan umum yang sudah empat tahun berturut-turut tidak mampu
mencapai target. Padahal, target ditentukan setelah sebelumnya dilakukan uji
petik. Kedepan diharapkan bagaimana uji petik tidak hanya formalitas belaka
tapi bisa menggambarkan keseriusan mencapai target retribusi dan pajak. Jangan
sampai potensi yang begitu besar, justru tidak mampu dieksekusi. Pemkot harus
mencari cara agar potensi yang ada bisa dimaksimalkan capaiannya. (*)
Comments