Masyarakat Tak Paham PSKS
Data Harus Diperbarui, Pemda Diminta Ikut Berperan
Penyaluran KPS (Kartu Perlindungan Sosial), satu dari tiga kartu sakti yang diluncurkan Presiden Jokowi, yang ditandai dengan pembagian kompensasi akibat naiknya harga BBM, yang banyak diartikan masyarakat penerima sebagai program bagi-bagi uang gratis, menuai beragam pandangan dari kalangan politisi Lingkar Selatan.
PSKS
(Program Simpanan Keluarga Sejahtera) sebagai bagian dari KPS, menurut Wakil
Ketua Fraksi Partai Demokrat, I Gusti Bagus Hari Sudana Putra, SE., tidak ada
bedanya dengan BLT (Bantuan Lansung Tunai) yang digagas presiden SBY. ‘’Fungsinya
sama, tapi bajunya yang berbeda,’’ cetusnya. Dari segi penyebutan nama, kartu
‘’Jokowi’’ itu dianggap kurang populer sehingga ada masyarakat yang salah
mengartikan bantuan tersebut.
Dikatakan
Gus Hari, kartu sakti yang diluncurkan belum lama ini diyakini akan memanjakan
masyarakat. ‘’Masyarakat tidak boleh terlalu lama terlena dengan bantuan itu,
masyarakat tetap harus kerja,’’ katanya.
Ditempat
terpisah, Ketua Fraksi Partai Gerindra, Muhtar, SH., mengatakan, sudah menjadi
tugas pemerintah untuk mensosialisasikan keberadaan kartu sakti agar tidak ada
lagi masyarakat yang tidak paham dengan bantuan yang diberikan pemerintah. Ia
menilai PSKS cukup bagus dalam rangka memberikan kompensasi kepada masyarakat
miskin. Ia menyayangkan pemerintah pusat dalam menggelontorkan bantuan
tersebut, masih berkiblat pada data lama.
‘’Ada
masyarakat yang seharusnya berhak dapat, malah tidak dapat,’’ cetusnya.
Pembagian bantuan salah sasaran, lanjut Wakil Ketua DPRD Kota Mataram ini
merupakan buntut dari sikap tergesa-gesa pemerintah pusat dalam menaikkan harga
BBM. Hal ini perlu dikaji kembali oleh pemerintah pusat. Harus ada data yang
akurat terkait siapa yang berhak dapat dan tidak.
Anggota
Fraksi PDI Perjuangan Kota Mataram, I Wayan Wardana, SH., menegaskan pembagian
KPS diharapkan dapat menekan dampak akibat kenaikan harga BBM pada masyarakat
miskin. Ia menyayangkan kartu sakti itu banyak dipolitisir oleh berbagai
kalangan. ‘’Karena suka tidak suka, harus kita akui, kita masih terbelah antara
KMP dan KIH, itupun masih dibawa –bawa ke daerah,’’ ujarnya.
Seharusnya,
lanjut Wayan Wardana, Pemkot Mataram sebagai representasi pemerintah pusat,
ikut mensosialisasikan hal itu kepada masyarakat. ‘’Bukan malah memprovokasi,’’
imbuhnya. Ujung-ujungnya masyarakat yang bingung. Padahal, hajat dari program
tersebut cukup baik. (fit)
Comments