Distan Mataram Kewalahan Tertibkan RPH Gelap


Mataram (Suara NTB) -
Dinas Pertanian, Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Mataram mengaku kewalahan menertibkan pemotongan ternak di Rumah Potong Hewan (RPH) ilegal (gelap) yang ada di Gubuk Mamben Sekarbela.
Karena, berbagai upaya agar jagal melakukan pemotongan ternak di RPH Majeluk yang sudah disedikan oleh Pemkot Mataram tidak juga diindahkan. Padahal, pemotongan dari rumah ke rumah itu cukup mengkawatirkan atas daging hasil potongan yang akan dijual ke konsumen. Bahkan limbah yang dibuang di sembarang tempat pun dapat menggangu kenyamanan masyarakat setempat.
“Kita sudah memberikan teguran, bahkan mengundang mereka untuk mencari solusi atas kondisi ini, namun tidak satupun dari mereka yang datang,” aku kabid Peternakan, drh Diyan Riyatmoko kepada wartawan, kemarin. Sementara, jika pihaknya diturunkan setiap hari untuk melakukan kontrol dan memeriksa kesehatan ternak sebelum dan sesudah dipotong, tentunya aparat juga tidak sanggup karena petugas hanya dua orang sementara jagal yang melakukan pemotongan di tempat terpisah-pisah bisa mencapai sekitar 30 orang.
Dia memperediksi beberapa alasan jagal enggan memotong ternak di RPH antara lain, jagal menghindari retribusi. Dimana pemotongan satu ekor sapi jantan Rp 14 ribu, betina Rp 15 ribu. Selain itu, ketakutan ternak mereka akan ditolak untuk dipotong karena ternak itu sapi betina dan masih kecil, ternak yang akan dipotong tidak jelas atau sakit serta kemanan untuk meninggalkan rumah mereka di tengah malam.
Padahal sebelumnya untuk mengakomodir kepentingan mereka itu, Pemkot Mataram juga sudah membangun RPH di kawasan Pegesangan yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan Gubuk Mamben, sayangnya fasilitas itu juga tdak dimanfaatkan hingga bertahun-tahun, dan akhirnya akan dirubah menjadi RPU (Rumah Potong Unggas).
Menanggapi hal itu Wakil Ketua sementara DPRD Kota Mataram, H Didi Sumardi, SH menyarankan agar dinas terkait lebih kreatif dan inovatif dalam mencari pola penyelesaian masalah ini. “Jangan hanya di pandang dari satu sisi saja,” katanya. Sebaliknya, Dinas harus mengetahui juga alasan kenapa fasilitas yang sudah disediakan itu enggan dimanfatakan oleh masyarakat. Selain itu, Dinas harus mengetahui karakter masyarakat setempat yang sangat fanatik terhadap agama sehingga pendekatan pun harus persuasif misalnya melalui tokoh agama dan tokoh masyarakat setempat.
“Jangan diundang rapat ke kantor, tapi kita yang harus datang memberikan pencerahan dan mencari solusi bersama toga toma setempat,” pintanya. Karena siapa tahu masyarakat tidak datang lantaran, pada pagi hari mereka sibuk berjualan, sore pergi mencari ternak, dan malam mereka ada kesibukan pengajian dan lainnya. (fit)

Comments

Popular Posts