Program Rehab Rumah Tak Layak Huni Harus Dievaluasi
TEKAD
Pemkot Mataram untuk menuntaskan rumah tidak layak huni yang tersisa di Mataram,
memang patut diapresiasi. Hanya saja, usaha yang dilakukan Pemkot Mataram
sepertinya justru berkebalikan. Upaya tersebut dihajatkan supaya bagaimana
jumlah rumah kumuh yang ada di Mataram, progresnya berangsur-angsur berkurang.
Namun,
anehnya berdasarkan pengakuan Kepala Bappeda Kota Mataram, Lalu martawang,
bahwa jumlah rumah tidak layak huni di Mataram disebut-sebut meningkat lumayan
besar, meski tidak merinci angkanya. Meski tidak menyebut jumlah, namun
pernyataan Kepala Bappeda juga harus menjadi bahan evaluasi program penanganan
rumah tidak layak huni.
Sebab,
agak tidak masuk akal, ketika Kepala Bappeda mengklaim bahwa penambahan jumlah
rumah tidak layak huni itu dikarenakan tingginya animo masyarakat terhadap
program yang dilaksanakan Pemkot Mataram. Seharusnya, program apapun yang
digelontorkan Pemkot Mataram untuk terus menekan jumlah rumah tidak layak huni,
selayaknya memberi dampak positif terhadap penurunan jumlah rumah tidak layak
huni. Bukan sebaliknya, jumlah rumah tidak layak huni justru meningkat
signifikan.
Ini
sama artinya Pemkot Mataram telah gagal menekan jumlah rumah tidak layak huni.
Padahal, untuk penanganan rumah tidak layak huni, begitu banyak program yang
diluncurkan Pemkot Mataram. Bahkan bisa dikatakan, keberadaan rumah tidak layak
huni di Mataram, sejumlah 2.080 unit rumah, ditangani secara ’’keroyokan’’. Dengan
kata lain, anggaran untuk penanganan rumah tidak layak huni, tidak hanya
ditempatkan di satu SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) saja, melainkan
tersebar di sejumlah SKPD.
Seperti
Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Badan
Pemberdayaan Masyarakat dan juga Bazda Kota Mataram. Melalui SKPD-SKPD ini,
Pemkot Mataram diketahui telah beberapa kali melaksanakan program rehab rumah
tidak layak huni atau bedah rumah. Seharusnya, program yang mengintervensi
rumah tidak layak huni menjadi rumah yang layah huni, mampu memberi hasil nyata
terhadap berkurangnya jumlah rumah tidak layak huni.
Dalam
menentukan rumah-rumah yang menjadi sasaran program rehab rumah tidak layak
huni, harus melalui mekanisme yang jelas. Termasuk syarat-syarat rumah yang
pantas menerima bantuan rehab rumah. Sebab bisa jadi, kalau penambahan rumah
tidak layak huni di Mataram tidak berkaitan dengan meningkatnya angka
kemiskinan, maka kemungkinan besar pendataan rumah tidak layak huni yang
menjadi sasaran program rehab rumah tidak layak huni, dilakukan asal-asalan.
Sehingga,
rumah yang mendapat bantuan rumah tidak layak huni adalah rumah-rumah yang
sebetulnya tidak termasuk rumah layak huni. Atau sebaliknya, Pemkot Mataram
tidak perlu malu mengakui kalau rumah tidak layak huni membengkak atau bahkan
mengakui angka kemiskinan juga meningkat. Sebab, rumah tidak layak huni hampir
pasti berkorelasi dengan kemiskinan. Sehingga, pola penanganan menjadi lebih
jelas, terukur dan terarah. (*)
Comments