Nasionalisme Semakin Tipis
MESKIPUN berbeda waktu dan situasi ketika Sumpah
Pemuda dideklarasikan 85 tahun silam, tepatnya 28 Oktober 1928 dengan kondisi
saat ini, namun orientasi, peran dan idealisme, semestinya tetap dipegang teguh
guna menjawab persoalan kebangsaan. Meskipun cara yang ditempuh sudah pasti
akan berbeda. Perjuangan para pemuda saat ini, jelas bukan dengan angkat
senjata ataupun bambu runcing untuk melawan penjajah.
Musuh kita sekarang bukan lagi kompeni, melainkan kemiskinan,
keterbelakangan dan korupsi. Untuk menjawab persoalan tersebut, potensi bangsa
dalam ikatan kebersamaan harus dikerahkan. Semangat sumpah pemuda dan
pembuktian sejarah, ibarat fenomena rangkaian tabung air. Bahwa tekanan pada
suatu permukaan mustahil serta merta menekan permukaan lainnya. Yang terjadi
justru sebaliknya, tekanan pada suatu permukaan menjadi sebab naiknya bagian
yang lain.
Hal ini telah teraktualisasi dalam sejarah bangsa
Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya. Tekanan dan ancaman penjajah terhadap
para pejuang justru semakin mengobarkan perlawanan pantang menyerah. Pada akhirnya kesadaran
anak bangsa terakumulasi dalam suatu tekad menjadikan perbedaan sebagai
pemersatu. Kemajemukan bukan alasan untuk mengkotak-kotakkan diri dalam entrosentrisme.
Untuk itu, seluruh elemen anak bangsa menyingsingkan
lengan baju untuk mengukuhkan negeri ini menjadi bangsa yang berdaulat. Sejak
diikrarkannya Sumpah Pemuda, patriotisme kalangan pemuda makin mendapat tempat
untuk selalu berada pada garis depan. Makna lain yang dapat kita petik,
diperlukan waktu yang lebih singkat dalam meraih hasil perjuangan dibanding
menjalani masa pahitnya. Syarat-syarat utamanya adalah kepatuhan untuk kokoh
dalam rasa kebersamaaan. Rasa kebersamaan inilah yang menjadikan para pemuda
berjuang tidak gentar menghadapi dentuman meriam penjajah. Gugur satu tumbuh
seribu. Ada ketulusan berkorban yang luar biasa. Inilah hakikat pengabdian yang
sesungguhnya dan sejarah mengabdikan sebagai mega karya anak bangsa.
Sejumlah etos kultural yang termuat pada semangat
Sumpah Pemuda di era pra Kemerdekaan ternyata ternodai di era pasca-kemerdekaan.
Sejumlah etos kultural yang sederhana, namun sangat luhur yakni bersatu kita
teguh bercerai kita runtuh dan berat sama dipikul ringan sama dijinjing.
Nasionalisme semakin menipis seiring dengan arus
perkembangan zaman. Semoga semangat sumpah pemuda menjadikan suri teladan bagi
pemimpin serta perekat diantara kita dan sekaligus membangun komitmen bersama
untuk menghilangkan primordialisme dengan mewujudkan filosofi bertanah air
satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu yaitu indonesia. Eksistensi perubahan
justru tidak melahirkan semangat kebangsaan dan kebersamaan persepsi. Selamat
Hari Sumpah Pemuda! (*)
Comments