Menurunkan Kepercayaan Masyarakat
TERTANGKAPNYA
Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Praya, Subri, SH., MH., oleh KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) cukup menampar wajah penegak hukum di NTB, khususnya korps
Adhyaksa. Bagaimana tidak, penangkapan ini hanya berselang kurang dari sepekan
sejak peringatan hari anti-korupsi. Masih segar dalam ingatan warga, bagaimana
aksi Kejati NTB memperingati hari anti-korupsi tersebut.
Kejati
kala itu turun ke jalan dalam rangka kampanye ’’kenali hukum, jauhi hukuman’’. Kampanye
itu seolah tidak berarti apa-apa dengan fakta tertangkapnya Kajari Praya saat
tengah menerima suap dari oknum pengusaha. Hal ini jelas berbanding terbalik
dengan keinginan pihak Kejati NTB yang gembar-gembor ingin mewujudkan aparat
yang bersih dan berwibawa.
Alih-alih
berwibawa, dengan adanya peristiwa penangkapan jaksa ‘’nakal’’ ini, suka tidak
suka, malah semakin menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap para
penegak hukum. Tidak hanya Kejaksaan tapi juga penegak hukum dari institusi
lain. Padahal, masyarakat NTB khusus sangat berharap, semua aparat penegak
hukum benar-benar bersih dan tidak cepat tergiur dengan berbagai upaya suap
menyuap dari pihak-pihak yang sedang berkasus.
Tetapi,
harapan itu nampaknya akan sulit terwujud. Buktinya, komisi Kejaksaan telah
menerima laporan terkait jaksa nakal di NTB. Dari delapan laporan Jaksa nakal,
diantaranya laporan soal dugaan gratifikasi atau suap. Ini tentu sangat
memprihatinkan di tengah harapan warga NTB supaya penegakan hukum di daerah ini
berada di tangan aparat penegak hukum yang tidak bermental korup.
Apalagi
ada ‘’janji’’ dari Kajati NTB Sugeng Pudjianto, SH, MH., untuk terus mengawasi
perilaku anak buahnya dari perbuatan-perbuatan menyimpang yang secara
kepatutan, tidak layak dilakukan oleh seorang aparat penegak hukum. Penangkapan
Kajari Praya oleh KPK seolah menjadi teguran keras bagi Kajati NTB, bahwa
pengawasan yang katanya sudah dilakukan, kurang maksimal.
Wajar
kalau akhirnya Kajati NTB merasa kecolongan sekaligus kecewa. Tetapi, nasi
sudah menjadi bubur. Meratapi penangkapan itu berlama-lama bukanlah solusi. Yang
perlu dilakukan Kejaksaan sekarang adalah bagaimana mengembalikan kepercayaan
masyarakat terhadap korps seragam cokelat itu, sekaligus memperbaiki citra.
Sebab, tertangkapnya Kajari Praya, dampaknya tidak hanya dirasakan oleh
kalangan Kejaksaan se-NTB tapi juga berimplikasi di seluruh Kejaksaan
se-Indonesia. Ibarat pepatah satu makan nangka semua kena getahnya.
Memang,
mengembalikan kepercayaan masyarakat dan memulihkan citra Kejaksaan, akan
menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi Kejati NTB. Namun, harus ada upaya
konkret yang dilakukan dengan sungguh-sungguh. Selain itu, bagi jaksa nakal
harus dijatuhi sanksi berat karena sebagai aparat penegak hukum seharusnya
memberi contoh yang baik bukan sebaliknya sebagai pelaku. (*)
Comments