Workshop Fraksi Partai Golkar


Inisiasi Pelarangan Miras dan Pelestarian Krama Adat, Para Tokoh Puji DPRD Kota Mataram



 

Mataram (Suara NTB) -
DPRD Kota Mataram menunjukkan komitmennya terkait pelarangan peredaran minuman keras (minuman beralkohol) dan melestarikan krama adat yang ada di Kota Mataram. Workshop yang digelar Fraksi Partai Golkar Sabtu (27/9) merupakan salah satu pembuktian betapa DPRD Kota Mataram begitu serius ingin melahirkan Perda Kota Mataram tentang pengaturan dan pelarangan peredaran miras serta Perda Kota Mataram tentang krama adat.

Workshop yang dibuka oleh Ketua DPRD Kota Mataram, H. Didi Sumardi, SH., melibatkan partisipasi aktif para pihak terkait. Mulai dari tokoh agama, tokoh masyarakat, budayawan, tokoh pemuda dan instansi terkait seperti kepolisian serta dinas kebudayaan dan pariwisata Kota Mataram. Inisiatif DPRD Kota Mataram yang bertekad ingin melahirkan Perda Kota Mataram yang memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Ketua DPRD Kota Mataram, H. Didi Sumardi dalam sambutannya mengulas bahwa semangat fungsi kedewanan di DPRD Kota Mataram, diwujudkan dengan tiga raperda hak inisiatif. Masing-masing raperda tentang zakat, raperda tentang pengaturan peredaran miras serta raperda tentang krama adat. Sumbangan saran serta pemikiran dari semua pihak sangat diharapkan dalam pembahasan raperda itu nantinya. Dalam kesempatan itu, orang nomor satu di DPRD Kota Mataram ini kembali menegaskan komitmen DPRD Kota Mataram melaksanakan agenda kedewanan secara on time (disiplin).

Workshop yang dipandu moderator terbagi dalam dua sesi. Panel pertama dengan tema pengaturan miras dalam membangun Kota Mataram yang maju, religius dan berbudaya menghadirkan pembicara H. Zulkarnain dan Kapolres Mataram Gede Harimbawa. Pemaparan dari para pembicara mengundang pendapat beragam dari peserta yang hadir di ruang rapat DPRD Kota Mataram, tempat berlangsungnya workshop.

Ketua MUI NTB, Prof. Syaiful Muslim misalnya. Katanya, kalau Perda Kota Mataram itu salah satu itemnya menekankan soal pengaturan miras, tentu ada peluang miras bisa diedarkan pada waktu dan tempat tertentu. ''Miras ini bukan hanya masalah boleh dan tidak boleh, tapi harus jelas sanksinya,'' tegas Syaiful Muslim.

Budayawan HL. Anggawa Nuraksi berpendapat, UU terkait miras hanya mengatur masalah distribusinya saja, tidak sampai kepada hal-hal yang kecil. Karenanya ia memuji inisiatif DPRD Kota Mataram yang berkeinginan mengatur peredaran miras dalam bentuk perda. ‘’Kalau yang ini, saya setuju dengan DPRD Kota Mataram. Ini Perda inisiatif yang sangat bagus,’’ puji Anggawa.

Kabag Ops Polres Mataram, Kompol Gede Harimbawa mengatakan perlunya masukan dari semua pihak. Aturan apapun itu, tidak akan bisa berjalan manakala tidak ada kesepakatan dari semua pihak. Perwakilan dari KAMMI NTB menyatakan dukungannya terkait miras nol di Mataram. Pasalnya, minuman beralkohol sangat banyak mudaratnya. ‘’Manfaatnya hanya sedikit, tapi mudaratnya sangat banyak sekali. Nah, yang sedikit ini yang harus diatur,’’ pintanya.

Sementara itu, panel kedua tentang pelestarian krama adat menuju Kota Mataram yang maju, religius dan berbudaya menghadirkan dua pembicara. Masing-masing Ketua Majelis Adat Sasak, Drs. HL. Mudjitahid dan Kepala Pusat Pelontaran STAH Negeri Mataram, I Gusti Gede Goda. Mudjitahid dalam pemaparannya menyampaikan, raperda krama adat ini, seperti gayung bersambut bagi lembaga adat sasak. ‘’Karena lembaga adat sasak sudah memprogramkan sejak lama. Kita sudah lakukan penguatan di tingkat kabupaten/kota,’’ terangnya.

Selanjutnya krama desa atau gubuk akan dibuatkan payung hukum. ‘’Kita ingin Mataram jadi pilot project, seperti halnya keinginan Walikota Mataram,’’ imbuhnya. Krama desa atau gubuk ini akan mengatur mulai dari proses meminang hingga nyongkolan. Selain melestarikan adat, Mudjihatid menawarkan agar nyongkolan ini dibuatkan acara khusus. ‘’Dimana-mana yag seperti ini bisa menjadi daya tarik. Di Argentina ada karnaval Samba. Kenapa tidak kita di Mataram buat karnaval Nyongkolan setiap Sabtu,’’ usulnya.

Sementara itu, Gede Goda menyatakan perlunya mengangkat kearifan lokal. Dimana krama adat merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang patut dipertahankan. Ada permasalahan serius yang dihadapi bangsa Indonesia. ‘’Ada tantangan pengaruh globalisasi. Ada nilai positifnya tapi ada juga negatifnya,’’ tuturnya. Hal ini jelas berpegaruh pada moral dan mental generasi muda ke depan. ‘’Untuk itu, sangat penting nilai-nilai kearifan lokal dihidupkan kembali,’’ demikian Gede Goda. (fit/*)

Comments

Popular Posts