Mataram Butuh Pasar Oleh-oleh
MESKI
bukan merupakan daerah tujuan wisata, Kota Mataram tetap berpeluang maju dan
berkembang. Pasalnya, bertetangga dengan kabupaten yang notabene daerah tujuan
wisata sebetulnya memberi keuntungan tersendiri bagi Kota Mataram. Apalagi
ibukota Provinsi NTB ini bertekad menjadi kota yang bergerak di bidang jasa dan
perdagangan.
Sebagai
daerah yang minim objek wisata, hajat Kota Mataram menjadi kota jasa
perdagangan nampaknya sangat tepat. Kota Mataram sejatinya bisa menjadi penyangga
empat kabupaten yang ada di Pulau Lombok. Seperti Lombok Barat, Lombok Utara,
Lombok Tengah dan Lombok Timur. Keempat kabupaten itu memiliki sejumlah
destinasi wisata yang mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung di sana.
Sebagai
daerah penyangga empat kabupaten tujuan wisata di Pulau Lombok, sudah
seharusnya Kota Mataram menyiapkan diri sebaik mungkin. Memang, di Kota Mataram
sudah mulai bermunculan pusat oleh-oleh, tidak hanya khas Mataram, melainkan
khas Lombok bahkan Sumbawa dan lain sebagainya. Hanya saja, keberadaan pusat
oleh-oleh belum mampu menjawab keinginan wisatawan.
Rata-rata
wisatawan yang berkunjung ke Pulau Lombok atau ke Kota Mataram, akan membawa
oleh-oleh ketika kembali ke daerah asalnya. Tetapi belakangan, harga oleh-oleh
yang dijual di Kota Mataram mulai dikeluhkan wisatawan. Harga oleh-oleh yang
dijual di pusat oleh-oleh di Kota Mataram dianggap mahal. Bahkan harga jual
oleh-oleh di toko pusat oleh-oleh di Mataram jauh lebih mahal dibandingkan
harga oleh-oleh di BIL (Bandara Internasional Lombok).
Padahal,
seperti diketahui bersama, bahwa harga produk oleh-oleh yang dijual di area
bandara dimanapun relatif lebih mahal daripada di luar bandara. Namun yang
terjadi di Mataram justru sebaliknya. Kritik dari wisatawan mestinya menjadi
bahan koreksi dan evaluasi bagi pihak terkait seperti pusat oleh-oleh dan SKPD
terkait. Jangan sampai cerita soal mahalnya oleh-oleh di Kota Mataram akan
mengganggu citra Kota Mataram.
Banderol
harga yang mahal harus ditinjau ulang. Semua kita pasti sepakat, bahwa
pengusaha siapapun itu, termasuk pengusaha pusat oleh-oleh tentu mencari
keuntungan dari usaha yang dilakoninya. Akan tetapi, keuntungan yang diambil
dari penjualan produk lokal UMKM jangan terlalu tinggi. Berikanlah harga yang
wajar. Jangan berpikiran karena wisatawan sudah pasti memiliki banyak uang
sehingga berapun harga yang ditetapkan tidak akan menjadi masalah.
Jelas,
itu cara berpikir yang keliru. Tindakan menaikkan harga oleh-oleh hingga 100
persen lambat laun akan berpengaruh negatif terhadap citra Kota Mataram
khususnya dan perkembangan pariwisata di Pulau Lombok. Keberadaan pusat
oleh-oleh di Kota Mataram seharusnya mampu mendorong berkembangnya UMKM. Namun
apa yang dilakukan pusat oleh-oleh tidak mencerminkan hal itu.
Seperti
disampaikan para pelaku UMKM sudah waktunya pemerintah menyiapkan pusat atau
pasar khusus oleh-oleh untuk mewadahi produk lokal dari para pelaku UMKM di
Kota Mataram. Pasar oleh-oleh diyakini mampu menjadi penyeimbang pusat
oleh-oleh yang ada sehingga tidak terjadi monopoli harga. (*)
Comments