Jangan Ditunggangi Kepentingan Politik
PEMBERIAN
dana hibah kepada 321 lingkungan se-Kota Mataram merupakan langkah positif
untuk membenahi masalah yang kerap dikeluhkan masyarakat di tingkat lingkungan.
Hanya saja menjadi sensitif ketika dana hibah dengan total Rp 16 miliar ini
digelontorkan Walikota Mataram, H. Ahyar Abduh pada tahun 2015 yang diketahui
sebagai tahun politik.
Terlebih
Walikota Mataram, H. Ahyar Abduh bersama Wakil Walikota Mataram, H. Mohan
Roliskana menjadi salah satu pasangan kandidat calon Walikota dan Wakil Walikota
Mataram periode 2015-2020 mendatang. Keduanya sudah memastikan diri akan
bertarung dalam Pilkada yang diselenggarakan Desember mendatang.
Pro
kontra penilaian masyarakat terhadap pemberian dana hibah untuk lingkungan senilai
Rp 16 miliar menjelang Pilkada Kota Mataram, tentu beragam. Sebab, pada tahun
2014 misalnya, dana hibah yang diberikan nilainya tidak sebesar itu. Dimana Pemkot
Mataram hanya mengalokasikan Rp 2,2 miliar dana hibah untuk 321 lingkungan yang
ada di Kota Mataram.
Artinya,
tiap-tiap lingkungan hanya mendapat bagian Rp 7 juta. Dengan anggaran hanya Rp
7 juta setahun, tidak banyak yang bisa diperbuat oleh masing-masing lingkungan.
Karena kondisi lingkungan bervariasi ditambah dengan tingginya tuntutan masyarakat.
Tiba-tiba tahun 2015 ini Walikota mengambil kebijakan cukup berani. Walikota
Mataram menambah dana hibah untuk masing-masing lingkungan hingga tujuh kali
lipat lebih.
Sehingga
tiap lingkungan yang ada di Kota Mataram mendapat hibah sebesar Rp 50 juta.
Padahal, dana hibah sebesar Rp 50 juta itu tadinya menjadi nilai hibah yang
diterima kelurahan. Tahun 2014, 50 kelurahan mendapat dana pembangunan
kelurahan masing-masing Rp 50 juta, sehingga Pemkot harus merogoh anggaran
sekitar Rp 2,5 miliar. Dengan demikian, Walikota tidak hanya menaikkan dana
hibah untuk lingkungan, untuk kelurahanpun rencananya akan dinaikkan menjadi Rp
100 juta per tahun.
Walikota
Mataram harus mampu membuktikan bahwa kebijakannya menaikan nilai dana hibah
untuk lingkungan maupun kelurahan murni karena kepentingan masyarakat, bukan
bermuatan politis. Karena bagi rivalnya, tentu sulit menilai ini tidak ada
kaitannya dengan Pilkada. Karenanya, harus ada bukti nyata, setelah
lingkungan-lingkungan dibagikan dana hibah itu, pihak lingkungan harus segera
berbuat menjawab tuntutan masyarakat.
Jangan
sampai lingkungan justru menjadi ‘’alat’’ politik pihak-pihak tertentu yang
memiliki kepentingan politik. Dalam penggunaan dana hibah di tiap lingkungan,
kepala lingkungan harus mampu memposisikan diri sebagai sosok kepala lingkungan
yang netral. Jangan kemudian, setelah mendapat dana hibah Rp 50 juta, kepala
lingkungan justru mengkampanyekan calon tertentu.
Harus
dipahami semua pihak, baik lingkungan, terlebih masyarakat, bahwa dana hibah lingkungan
itu bukan berasal dari kantong pribadi Walikota Mataram, melainkan merupakan
dana yang bersumber dari APBD Kota Mataram. Karenanya, pemanfaatannya harus
bijaksana. (*)
Comments