Antisipasi Kebakaran Hutan
PEMPROV
NTB melalui Dinas Kehutanan memang harus segera melakukan langkah-langkah
antisipasi untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan di daerah ini. Dengan
kondisi musim kemarau saat ini, hutan-hutan yang ada di wilayah NTB, dikhawatirkan
terjadinya kebakaran hutan. Jika hal itu terjadi, tentu akan menjadi tugas yang
cukup berat untuk mengatasinya.
Apalagi
dengan luas hutan yang ada di NTB mencapai 74 ribu hektar. Itu tersebar di
Pulau Lombok dan Sumbawa. Untuk Pulau
Lombok berada di kawasan Sambelia Lombok Timur. Di sekitar wilayah Sambelia,
luas lahan hutan yang rawan terbakar seluas 4.000 hektar. Selain
itu, di daerah padang savana kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) juga
rawan terbakar.
Sementara
itu, untuk di Pulau Sumbawa, daerah yang cukup rawan terjadi kebakaran hutan
adalah di daerah padang savana kawasan Taman Nasional Gunung Tambora (TNGT). Ia
menyebutkan, luas padang sana di Gunung Tambora seluas 470 ribu hektar. Dari jumlah itu, seluas 70 ribu hektar cukup rawan
terjadi kebakaran.
Langkah
Dishut NTB yang akan membentuk posko pantau di kabupaten/kota, cukup tepat.
Namun demikian, agar efektif, pembentukan posko harus dibarengi dengan kesiapan
personel untuk melakukan pemantauan di sana. Semua kabupaten/kota yang di
wilayahnya memiliki hutan, sebaiknya diwajibkan membangun posko itu. Dengan
catatan, pembangunan posko jangan sekadar seremonial belaka. Setelah dibangun
lantas tidak ada personel yang disiagakan di posko tersebut.
Selain
pembangunan posko, para pihak harus membangun komunikasi yang solid. Baik
Dishut, BPBD maupun Pemda yang di daerahnya memiliki hutan yang merupakan
bagian dari 74 ribu lahan hutan yang masuk dalam katagori rawan kebakaran. Para
pihak tersebut harus berjibaku menyiapkan sarana untuk mendukung langkah
antisipasi kebakaran hutan. Sehingga, meskipun tidak diinginkan lantas
tiba-tiba kebakaran hutan terjadi, Pemda tidak menjadi panik.
Sebab,
kejadian-kejadian itu sudah dipetakan menjadi salah satu potensi bencana yang
mungkin terjadi saat musim kering. Apalagi di daerah yang tingkat kekeringannya
sangat parah, potensi kerawanan itu bisa menjadi dua kali lipat dari hutan yang
ada di daerah lainnya dengan tingkat kekeringan yang masuk tergolong normal. Seperti
halnya banjir, kekeringan menjadi ancaman bencana rutin setiap tahun yang
selalu mengintai puluhan ribu hektar lahan hutan yang ada di NTB.
Untuk
itu, mestinya tidak ada alasan lagi bagi Pemda untuk tidak siap mengantisipasi
atau bahkan menghadapi bencana yang mungkin terjadi. Misalnya, setiap tahun
harus ada anggaran yang disiapkan untuk menanggulangi bencana. Baik bencana
yang terjadi karena alam maupun bencana akibat ulah manusia, seperti kebakaran
hutan. Sehingga, ketika sewaktu-waktu bencana itu datang, Pemda tidak lagi
kelabakan mencari anggaran untuk mengatasi bencana yang terjadi.
Antisipasi
bencana kebakaran hutan ini tentu bukan semata-mata menjadi tugas Dishut maupun
BPBD untuk mengantisipasinya. Masyarakatpun diharapkan kontribusi maupun
partisipasinya. Terutama masyarakat yang tinggal di sekitar hutan itu, harus
ikut menjaganya dari hal-hal yang tidak diinginkan. (*)
Comments