Harus Satu Sikap
RENCANA
Pemkot Mataram menutup Pasar Panglima sebenarnya merupakan gagasan yang cukup
positif. Mengingat di pasar unggas yang dulu bernama pasar beras itu diduga
masih berlangsung praktik prostitusi. Awalnya, pada masa pemerintahan mendiang
Walikota Mataram, H. Moh. Ruslan, SH., pasar beras diganti namanya menjadi
pasar Panglima.
Pasar
panglima adalah pasar unggas. Diubahnya identitas pasar beras menjadi pasar
panglima, dihajatkan untuk menghilangkan kesan negatif yang sudah terlanjur melekat
pada pasar beras. Tetapi setelah bertahun-tahun menggunakan identitas sebagai
pasar Panglima, di lokasi itu diduga masih saja berlangsung praktik prostitusi
secara terselubung.
Memang
pada pagi hingga siang hari, pasar itu ramai oleh aktivitas jual beli unggas.
Namun begitu beranjak malam, Pasar Panglima akan kembali seperti sedia kala
menjadi pasar beras, tempat mangkalnya wanita-wanita yang diduga penjaja seks
komersial. Meskipun belakang Dinas Sosnakertrans Kota Mataram mengklaim bahwa
wanita-wanita diduga PSK yang mangkal di Pasar Beras itu bukan warga Mataram,
melainkan berasal dari luar Kota Mataram.
Masih
suburnya aktivitas esek-esek di Pasar Beras itu, diduga karena masih ada
masyarakat yang menyediakan tempat untuk melakukan kegiatan tidak terpuji itu. Konon,
ada dua orang warga yang masih menyewakan rumahnya bagi PSK yang akan melayani
lelaki hidung belang. Ironisnya, menyewakan kamar kepada PSK yang hendak melayani
konsumennya, telah menjadi mata pencahariannya.
Kalau
mengacu pada visi Kota Mataram, maju, religius dan berbudaya, aktivitas di
pasar beras ini seharusnya memang tidak boleh ada. Kondisi yang bertolak
belakang ini yang rupanya mengusik Penjabat Walikota Mataram, Dra. Hj. Putu
Selly Andayani, MSi untuk melakukan intervensi di sana. Seperti diketahui,
sejumlah rencana intervensi telah disiapkan. Mulai dari menjadikan bekas
pasarberas itu menjadi pusat PKL (Pedagang Kreatif Lapangan) terpadu, hingga
menutup pasar beras itu.
Agar
rencana penutupan pasar beras itu berjalan sesuai harapan, semua elemen, baik
Pemkot Mataram maupun DPRD Kota Mataram harus kompak. Jangan sampai seperti
sekarang ini, ada yang mendukung dan ada yang menetang. Mestinya antara
Penjabat Walikota Mataram dengan Ketua DPRD Kota Mataram harus satu sikap. Kalau
sudah ada kesamaan sikap, maka selanjutnya harus dipikirkan solusi untuk
menjadikan eks pasar beras itu benar-benar bebas dari praktik prostitusi.
Apalagi
kalau benar warga yang menyediakan tempat bagi PSK melayani konsumennya hanya
dua orang, nampaknya bukan hal sulit melakukan penutupan. Yang perlu dipikirkan
bagaimana pemerintah memberikan alternatif mata pencaharian bagi dua warga itu.
Demikian pula dengan WTS yang kerap memanfaatkan pasar panglima pada malam hari
untuk mencari konsumen. Penempatan petugas Satpol PP untuk mengawasi aktivitas
di pasar panglima pada malam hari menjadi awal yang baik bagi Kota Mataram yang
memang sudah lama ingin menghilangkan kesan negatif. Tinggal bagaimana Pemkot
Mataram mewujudkan komitmen menertibkan pasar beras yang cukup fenomenal itu.
(*)
Comments