Cari Solusi Terkait Partisipasi Masyarakat

DPRD Kota Mataram Gagas Pertemuan dengan ‘’Stakeholder’’ 

Mataram (Suara NTB) –
Kisruh sumbangan wali murid atau partisipasi masyarakat terkait pembangunan sarana prasarana pendukung pendidikan di sekolah, disikapi cepat oleh DPRD Kota Mataram. DPRD Kota Mataram, Kamis (29/10) menggelar dengar pendapat dengan Dinas Dikpora Kota Mataram, Dewan Pendidikan Kota Mataram, Perwakilan Komite Sekolah Sekolah dan Perwakilan Kepala Sekolah Se-Kota Mataram.

Hearing (dengar pendapat) itu dipimpin Ketua DPRD Kota Mataram, H. Didi Sumardi, SH., bersama Wakil Ketua DPRD Kota Mataram, Muhtar, SH. Pertemuan yang berlangsung tiga jam lebih itu memberi kesempatan kepada Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, Kepala Sekolah maupun Dinas Dikpora untuk menyampaikan uneg-uneg, pendapat, kritik maupun saran terkait penggalangan partisipasi masyarakat.

Semua pihak yang hadir dalam dengar pendapat itu memuji langkah solutif yang diambil oleh DPRD Kota Mataram untuk memfasilitasi para pihak guna mencari jalan keluar terkait persoalan penggalangan partisipasi masyarakat di sekolah.

Pendapat yang dikemukakan komite sekolah dan juga kepala sekolah, hampir senada. Rata-rata mereka mengeluhkan persepsi negatif yang dialamatkan kepada komite dan juga pihak sekolah ketika melakukan penggalangan partisipasi masyarakat. ‘’Suara kepala sekolah sama seperti komite sekolah,’’ ujar Ketua Forum Kepala Sekolah Se-Kota Mataram,  H. Lalu Fatwir Uzali, S.Pd, M.Pd.

Ia berharap solusi dapat dihasilkan dari pertemuan itu. ‘’Kisruh cukup tahun ini saja, tahun depan jangan ada lagi,’’ pintanya. Sementara itu, Kepala Dinas Dikpora Kota Mataram, H. Sudenom mengaku bahwa akar dari persoalan ini (kisruh sumbangan wali murid, red) adalah persoalan PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru).

Katanya, pihak yang mengekpos terkait sumbangan, adalah wali murid yang tidak mengikuti rapat komite sekolah. ‘’Kalau datang, tidak mungkin ada yang menolak,’’ ucap Sudenom. Karenanya ia mengimbau kepada wali murid agar selalu mengikuti rapat komite sekolah. ‘’Masalahnya komunikasi yang kurang antara orang tua siswa dengan guru,’’ pungkasnya.

Komisi IV menganggap bahwa pertemuan itu merupakan langkah positif menjelang pembahasan RAPBD Kota Mataram tahun anggaran 2016. Sehingga, apa-apa yang tidak tercover dari partisipasi masyarakat dapat dipenuhi melalui APBD 2016 secara bertahap.

Ketua DPRD Kota Mataram, H. Didi Sumardi menyimpulkan hasil pertemuan itu. Bahwa terkait pengelolaan dana pendidikan, sekolah pada posisi tidak mungkin bisa berjalan baik kalau hanya mengandalkan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Sehingga diperlukan adanya partisipasi masyarakat.

Tidak ada pemaksaan dari jumlah maupun waktu. Pengelolaan partisipasi masyarakat membutuhkan pola penerimaan yang jelas. ‘’Untuk memperjelas hal tersebut, dibutuhkan pola dan sistem yang akan dijadikan acuan oleh sekolah,’’ terang H. Didi Sumardi. Karenanya, Dewan Pendidikan Kota Mataram dan  Komite sekolah harus bisa merumuskan hal itu secara bersama-sama.

Setelah menjadi pola dan sistem yang disepakati bersama, maka itu menjadi tanggungjawab bersama. ‘’Tidak parsial,’’ cetus H. Didi Sumardi. Yang jelas, proses pengambilan keputusan di sekolah harus melibatkan semua pihak. ‘’Semangatnya bagaimana mengurangi beban masyarakat,’’ tambahnya.

Orang nomor satu di DPRD Kota Mataram ini juga menawarkan solusi bekerjasama dengan media. ‘’Bagaimana supaya media mereport supaya media juga tahu prosesnya,’’ sarannya. Sementara itu mengenai PPDB, Didi meminta harus dilakukan rapat cepat, efektif dan tuntas. Dikpora Kota Mataram, katanya, harus segera merumuskan kebijakan terkait hal itu.


Didi meminta Dinas Dikpora Kota Mataram memetakan kondisi sekolah-sekolah yang ada di Kota Mataram. ‘’Ini harus kami (Dewan, red) dapatkan sebelum KUA PPAS 2016 dibahas,’’ pintanya. Output dari pertemuan ini nantinya aka nada rapat antara Dewan Pendidikan dengan Dinas Dikpora Kota Mataram serta komite sekolah untuk merumuskan pola penghimpunan dana partisipasi masyarakat yang harus diselaraskan dengan peraturan perundang-undangan. Termasuk bagaimana menggambarkan kebutuhan sekolah yang harus dibiayai dari partisipasi masyarakat. ‘’Krusialnya di sini. Bagaimana menjabarkan terminologi dari sumbangan itu,’’ kata Didi. (fit/*)

Comments

Popular Posts