Kaji Rencana Mutasi
SINYALEMEN
mutasi pejabat lingkup Pemkot Mataram memunculkan pro kontra di berbagai
kalangan. Baik di internal eksekutif, maupun legislatif. Apalagi setelah Pemkot
Mataram menggelar assessment pejabat
eselon II lingkup Pemkot Mataram.
Nyatanya, assessment itu, tidak sepenuhnya
dipatuhi oleh pejabat eselon II tersebut. Terbukti, dari seluruh pejabat eselon
II yang telah diberikan surat untuk mengikuti assessment itu, tidak semuanya mengikuti kegiatan tersebut. Bahkan,
ada pejabat eselon II yang nyata-nyata menolak rencana mutasi itu.
Penolakan
itu ditunjukkan Sekretaris DPRD Kota Mataram, Lalu Aria Dharma BS, SH., dengan
tidak hadir pada kegiatan assessment.
Ketidakhadiran Sekwan dalam assessment itu
bukan tanpa alasan. Penjabat Walikota dinilai tidak berwenang melakukan mutasi
pejabat. Ini merujuk pada peraturan pemerintah nomor 49 tahun 2008 tentang
perubahan ketiga atas peraturan pemerintah nomor 6 tahun 2005 tentang
pemilihan, pengesahan, pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil
kepala daerah.
Dalam
pasal 132A ayat 1 huruf a disebutkan bahwa Penjabat Kepala Daerah dilarang
melakukan mutasi pegawai. Meskipun pada pasal 2 dikatakan pula bahwa ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dikecualikan setelah mendapat persetujuan
tertulis dari Menteri Dalam Negeri. Rupanya pasal 2 ini menjadi multi tafsir.
Seperti
halnya alasan Penjabat Walikota Mataram yang merencanakan adanya mutasi, karena
ada kekosongan dua jabatan eselon dua dan beberapa eselon IV di kelurahan. Meskipun
mutasi merupakan hak prerogatif kepala daerah, namun kalau assessment yang dilakukan Pemkot Mataram akan mengarah pada
rencana mutasi, hal ini tentu harus dikaji secara mendalam.
Tidak ada salahnya kalau rencana ini
didiskusikan dengan DPRD Kota Mataram. Bila perlu dilakukan konsultasi
bersama-sama antara Penjabat Walikota mataram dengan pimpinan DPRD Kota Mataram
ke Mendagri. Ini untuk menjamin bahwa kebijakan Penjabat Walikota Mataram yang
menginginkan adanya mutasi di sisa masa jabatannya, tidaklah merupakan
keputusan yang keliru.
Seperti
diketahui, masa jabatan Penjabat Walikota Mataram tinggal tersisa tiga bulan. Sehingga
banyak kalangan menyayangkan rencana mutasi itu. Pasalnya, masih banyak agenda
lain yang lebih penting, justru belum dikerjakan. Seperti APBDP Kota Mataram
2015. APBDP itu sudah diketok Dewan tanggal 17 Oktober 2015, namun dokumen
APBDP itu kabarnya baru dikirim kemarin ke Pemprov NTB.
Padahal,
evaluasi APBDP memakan waktu yang cukup lama yakni sekitar 14 hari. Apalagi
seperti diketahui bahwa Kota Mataram terlambat menetapkan APBDP. Dengan baru
dikirimnya hasil evaluasi APBDP itu ke Pemprov NTB, waktu eksekusi anggaran
yang ada di sana, tentu menjadi semakin sempit.
Belum
lagi RAPBD Kota Mataram tahun anggaran 2016 sama sekali belum diajukan ke DPRD
Kota Mataram. Padahal ada sanksi yang menunggu jika APBD 2016 tidak ditetapkan
paling lambat 30 November 2016. Sekarang ketika rencana mutasi menguat dengan
telah dilakukannya assessment,
Penjabat Walikota Mataram dinilai tidak punya skala prioritas. Untuk itu,
sebelum mutasi terlanjur digelar, ada baiknya rencana itu dikaji secara
komprehensif agar tidak mengganggu program lain yang menyangkut kepentingan
masyarakat. (*)
Comments