Solusi Tepat Entaskan Kemiskinan
KEMISKINAN
di Kota Mataram muncul silih berganti seiring bertumbuhnya ibukota Provinsi NTB
ini. Besarnya anggaran penanggulangan kemiskinan rupanya belum mampu membuat
kemiskinan di Mataram terus menurun. Bahkan belakangan ini, kemiskinan di
Mataram menunjukkan grafik peningkatan, meskipun tidak signifikan.
Anggaran
penanggulangan kemiskinan yang tersebar di sejumlah SKPD lingkup Pemkot
Mataram, menjadi buah bibir lantaran dianggap tidak sepadan dengan hasil yang
dicapai. Seperti diketahui, Pemkot Mataram telah mengalokasikan anggaran
penanggulangan kemiskinan di Kota Mataram sebesar Rp 30 miliar.
Anggaran
ini tidak terpusat hanya di satu SKPD saja, melainkan menyebar di sejumlah SKPD
yang berkaitan dengan upaya penanggulangan kemiskinan. Selain anggaran yang
relatif besar, kemiskinan di Kota Mataram diharapkan terus turun dengan
keberadaan TKPK (Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan). Tim ini diketuai
oleh Wakil Walikota Mataram.
Dengan
meningkatnya kemiskinan di Mataram, tentu menimbulkan pertanyakaan dari
berbagai kalangan. Dewan misalnya, menduga Pemkot Mataram atau TKPK Kota
Mataram belum mengetahui akar persoalan yang sesungguhnya terjadi di lapangan. Sehingga,
penanganan kemiskinan menjadi kurang tepat sasaran.
Apalagi
dengan adanya dugaan bahwa kemiskinan terkesan menjadi objek proyek. TKPK
seperti dikesankan Penjabat Walikota Mataram, Dra. Hj. Putu Selly Andayani,
MSi., terlalu sering mengadakan rapat yang ujung-ujungnya berorientasi pada
honor. Kalau hal ini benar adanya, tentu sangat disayangkan.
Karena
kalau penanggulangan kemiskinan hanya menjadi ajang proyek saja, tentu sulit
berharap angka kemiskinan dapat turun secara signifikan. Apa yang disarankan
Wakil Ketua DPRD Kota Mataram, I Wayan Sugiartha dapat dijadikan referensi
untuk penanggulangan kemiskinan yang lebih serius. Yang dikhawatirkan,
jangan-jangan upaya penanggulangan kemiskinan ini hanya digarap dari belakang
meja saja.
Penanggulangan
kemiskinan di daerah perkotaan, bisa jadi memerlukan trik-trik tertentu. Sebab,
menurut Wayan Sugiartha, ketika dilakukan pendataan orang miskin sebagai dasar
pemberian bantuan, terjadi fenomena banyak masyarakat yang tiba-tiba mengaku
miskin. Sehingga ditekankan bahwa penanggulangan kemiskinan harus dilakukan
dengan upaya riil dengan melihat kondisi nyata di lapangan.
Setelah
melihat kondisi nyata di lapangan, barulah bisa dikalkulasikan berapa
sesungguhnya anggaran yang dibutuhkan untuk penanggulangan kemiskinan di Kota
Mataram. Mestinya pendataan warga miskin jangan meraba-raba. Sehingga solusinya
juga menjadi pasti. Kalaupun memang anggaran yang ada masih kurang, tentu akan
dilakukan penambahan.
Yang
paling penting, semua SKPD yang terlibat dalam penanggulangan kemiskinan harus
memiliki data kemiskinan yang sama. Barulah penanganannya bisa fokus dan
terarah. Karena, penanganan kemiskinan saat ini kelihatannya masih jalan
sendiri-sendiri. Sehingga disinyalir dalam penyalurannya kerap terjadi tumpang
tindih bantuan.
Dimana
rumah tangga sasaran yang sama dibantu oleh lebih dari SKPD. Ini jelas
menunjukkan kurangnya koordinasi antar SKPD. Pola penanganan kemiskinan yang
tumpang tindih ini membuat anggaran menjadi sia-sia. (*)
Comments