Jadi Bahan Evaluasi
DITETAPKANNYA
delapan kabupaten dari 10 kabupaten/kota di NTB sebagai daerah tertinggal cukup
miris. Apalagi, seperti diakui Kepala Bidang Evaluasi dan Pelaporan Bappeda
NTB, Karim Marasabessy,
delapan kabupaten itu disebut daerah tertinggal bukan saja saat pemerintahan
Presiden Jokowi saja, tetapi sejak pemerintahan sebelumnya.
Seperti
diketahui, pemerintah pusat merilis 122 kabupaten di Indonesia masuk dalam
kategori daerah tertinggal. Dari 122 kabupaten di seluruh Indonesia itu, delapan
kabupaten di NTB masuk dalam kategori daerah tertinggal. Presiden Jokowi telah menandatangani Perpres
No. 131 tahun 2015 tentang penetapan
daerah tertinggal yang akan dilakukan percepatan pembangunan selama lima tahun
kedepan.
Dari 10 kabupaten/kota yang
ada di NTB, hanya Kota Mataram dan Kota Bima yang tidak masuk daerah tertinggal.
Sementara kabupaten seperti Lombok Utara, Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok
Timur, Sumbawa Barat, Sumbawa, Dompu dan kabupaten Bima masih termasuk daerah
tertinggal. Mestinya kalau predikat sebagai
daerah tertinggal terhadap delapan kabupaten ini telah melekat sejak lama,
harus ada upaya perbaikan yang terencana.
Sayangnya,
ketika disebut ada daerah tertinggal di NTB, pihak pemerintah dalam hal ini
Bappeda NTB terkesan tidak mau diberikan predikat seperti itu. Adapun
argumentasi dari Bappeda NTB bahwa tolak ukur yang dijadikan acuan dalam
menetapkan delapan kabupaten di NTB sebagai daerah tertinggal, adalah data
lama.
Pernyataan
ini tentu harus dicek kebenarannya. Karena indikator menentukan daerah
tertinggal bukan dilihat dari satu faktor saja. Berdasarkan Perpres itu, suatu daerah
ditetapkan sebagai daerah tertinggal berdasarkan kriteria perekonomian
masyarakat, sumber daya manusia, sarana dan prasaran, kemampuan keuangan daerah, aksesibiltas; dan
karakteristik daerah. Kriteria ketertinggalan sebagaimana dimaksud diukur
berdasarkan indikator dan sub indikator. Ketentuan mengenai indikator dan sub
indikator sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pembangunan daerah tertinggal yang tertuang
dalam pasal 2 ayat (2,3) Perpres
tersebut.
Mestinya,
kalau memang Bappeda mengklaim bahwa data itu adalah data lama, harusnya
klarifikasi dilakukan sejak jauh-jauh hari. Pemda jangan senang dianggap
sebagai daerah tertinggal demi untuk menarik dana pusat ke daerah. Mestinya,
Pemda lebih kreatif dalam menarik dana pusat ke daerah. Misalnya dengan
menunjukkan keberhasilan program yang dilaksanakan di daerah. Bukan dengan menjual
ketertinggalan.
Sebab,
pemerintah pusat dalam menentukan suatu daerah sebagai daerah tertinggal atau
sebaliknya, tentu sudah melakukan pengamatan langsung di lapangan. Penetapan
daerah tertinggal oleh pemerintah pusat seharusnya tidak membuat delapan
kabupaten/kota dan juga Pemprov NTB menjadi gusar. Justru penetapan ini harus
dijadikan bahan evaluasi bagi delapan kabupaten tertinggal dan juga Pemprov NTB
untuk berbenah. Sehingga pada penilaian berikutnya, delapan kabupaten itu,
diharapkan tidak lagi terkategori daerah tertinggal. (*)
Comments