Butuh Ketegasan Pemda
RENCANA
Divre Bulog NTB yang akan mendatangkan 7.000 ton beras komersil dari Pulau
Jawa, mengusik petani di NTB. Selama ini, NTB dikenal sebagai salah satu daerah
penyangga stok beras nasional. Dengan predikat ini, logikanya, NTB tidak perlu
lagi disokong stok beras dari daerah lain.
Itu
sebabnya beberapa waktu lalu Gubernur NTB, Dr. TGH. M. Zainul Majdi melarang
beras impor masuk ke NTB. Meskipun Bulog menyampaikan bahwa 7.000 ton beras
yang akan didatangkan dari Pulau Jawa itu bukanlah beras impor, namun tetap
saja ada upaya menghadirkan beras dari daerah lain ke NTB. Jika dicermati,
rencana mendatangkan beras sebanyak 7.000 ton dari Pulau Jawa itu, tidak jauh
berbeda dengan impor beras.
Yang
berbeda hanyalah daerah asal beras itu. Dengan status NTB sebagai daerah
penyangga stok beras nasional, kemudian Bulog mendatangkan beras dari Pulau
Jawa, itu sama saja mengkebiri hasil kerja petani-petani di NTB. Padahal selama
ini, Bulog juga tidak mampu menyerap seluruh gabah petani. Sehingga kondisi ini
kerap kali membuat para petani di NTB berada di posisi merugi.
Tidak
jarang para petani terpaksa menjual gabahnya kepada tengkulang dengan harga
jauh dari harapan para petani. Kalau memang Bulog mendatangkan beras dari Pulau
Jawa untuk mengantisipasi kekurangan stok beras di NTB, mestinya pilihannya
bukan mendatangkan beras dari luar NTB. Pilihan yang paling bijak adalah,
pengadaan stok beras komersil juga diambil dari para petani.
Apalagi
sekarang ini, di sejumlah daerah di NTB, petani sedang melakukan panen. Bahkan,
panen padi di NTB diperkirakan akan berlangsung hingga Bulan April 2016
mendatang. Kebijakan mendatangkan beras dari luar NTB, secara tidak langsung
akan berdampak pada naiknya harga beras di pasaran. Saat masa panen seperti sekarang
ini misalnya, harga beras di pasaran, khususnya di Kota Mataram dan Pulau
Lombok, justru mengalami peningkatan meski tidak signifikan.
Padahal
saat panen raya, masyarakat sangat berharap ada perubahan harga kebutuhan
pokok, terutama beras. Perubahan yang diharapkan tentu saja harga menjadi lebih
murah. Seperti diketahui, harga beras kualitas medium di sejumlah pasar
tradisional di Kota Mataram, berkisar antara Rp 10.500 – Rp 11.000 per
kilogram. Sedangkan beras dengan kualitas yang diklaim super biasanya
dibanderol dengan harga yang lebih tinggi.
Beras
yang disebut kualitas super ini biasanya dikemas dengan ukuran 5 kg atau 10 kg
dan dijual di mini market maupun toko swalayan. Dan, rencana Gubernur untuk
meminta laporan dari Bulog memang sudah seharusnya dilakukan. Apalagi Divre
Bulog NTB ini, bukan kali ini saja berencana mendatangkan beras dari luar NTB. Pengadaan
beras dari Jawa Timur ini merupakan kali ketiga. Setelah dua pengadaan
sebelumnya dilakukan Bulog pada tahun 2010 dan tahun 2011.
Karenanya
dibutuhkan ketegasan Pemda untuk memproteksi hasil panen para petani di NTB.
Jangan sampai beras dari NTB dikirim ke luar daerah sementara Bulog melakukan
pengadaan dengan mendatangkan beras dari luar NTB. (*)
Comments