Masyarakat Harus Ikut Berperan
BANJIR
yang merendam sedikitnya empat keluharan di Kota Mataram Sabtu malam, cukup
mengganggu aktivitas warga Mataram. Terlebih warga yang mendiami empat
kelurahan itu. Meski BPBD (badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kota Mataram
mengklaim bahwa banjir pada Sabtu malam itu, tidak separah banjir yang terjadi
tahun lalu, namun kondisi tersebut cukup membuat warga menjadi panik.
Sebab,
tidak hanya mengungsikan dirinya dan keluarganya ke tempat yang aman, warga
juga terpaksa harus mengangkut barang-barang elektronik miliknya untuk
menghindari kerusakan. Kondisi itu seperti mimpi buruk yang harus dihadapi
warga setiap tahunnya. Ironisnya, upaya-upaya yang katanya sudah dilakukan
Pemkot Mataram, nyatanya sampai saat ini belum mampu memberikan hasil sesuai
harapan.
Padahal,
warga berharap tempat tinggal mereka tidak lagi terendam banjir sehingga
membuat mereka sibuk mengungsi bahkan membersihkan sisa endapan lumpur setelah
air yang merendam rumah mereka berangsur surut. Banjir paling parah terjadi di
lingkungan Batu Ringgit Kelurahan Tanjung Karang Kecamatan Sekarbela. Tiga
kelurahan lainnya yakni, Babakan, lingkungan Karang Buaya Kelurahan Pagutan
Timur dan depan asrama haji Kelurahan Jempong.
Selain
empat kelurahan itu memang diketahui kerap menjadi langganan banjir, kondisi
itu kabarnya diperparah dengan adanya proyek peninggian badan jalan. Ini
menyebabkan jalan menjadi lebih tinggi ketimbang drainase. Sehingga debit air
yang cukup besar tidak mampu dibendung oleh drainase di kelurahan tersebut.
Karena,
pengakuan warga, meskipun dulunya tempat tinggal mereka juga terendam banjir,
tetapi tidak separah setelah adanya proyek peninggian jalan tersebut. Artinya,
bisa jadi, proyek peninggian jalan tersebut dilakukan tanpa perencanaan yang
matang atau tanpa melihat terlebih dahulu kondisi daerah itu.
Karena
pada kondisi awal, drainase yang ada tidak mampu menampung debit air yang cukup
besar. Penyebabnya seperti pernah disampaikan Kepala Dinas PU Kota Mataram, Ir.
H. Mahmudin Tura adalah penumpukan sedimentasi. Penumpukan sedimentasi itu
membuat drainase tidak berfungsi dengan baik.
Dinas
PU pun cukup kesulitan untuk melakukan pengangkatan sedimentasi di
kelurahan-kelurahan yang menjadi langganan banjir. Alat berat tidak bisa masuk
ke jalan lingkungan karena akses jalan yang sempit. Terpaksa Dinas PU Kota
Mataram mengerahkan pasukan biru yang biasa membersihkan sungai dan drainase di
Kota Mataram untuk mengangkat sedimentasi itu dengan cara manual.
Menyiasati
kondisi ini, Pemkot Mataram melalui SKPD terkait semestinya membangun
komunikasi berikut koordinasi yang baik dengan warga. Utamanya warga di empat
kelurahan yang menjadi langganan banjir. Warga seharusnya ambil bagian dalam
antisipasi maupun penanggulangan banjir. Misalnya rutin melakukan gotong royong
setiap akhir pekan untuk membersihkan drainase.
Masyarakat
jangan hanya mengeluhkan persoalan banjir. Masyarakat juga harus bersikap
bijak. Artinya, ketika diajak untuk bergotong royong untuk membersihkan
drainase, masyarakat jangan hanya menjadi penonton saja. Hal itu sering
terjadi. Ketika aparatur sipil Negara sibuk gotong royong, masyarakat kerap
menjadi penonton. Jika masyarakat mendambakan lingkungan yang bebas banjir maka
budaya bersih dan gotong royong sebaiknya harus menjadi gaya hidup. (*)
Comments