Gizi Buruk, Indikator Belum Sejahtera

KASUS gizi buruk kembali mencuat di NTB. Saat ini sedikitnya ada empat pasien dengan diagnosa gizi buruk dirawat di RSUD NTB. Keempat anak malang itu adalah Rika Ayu Tantri, Adiba Azzahra, Rozita Ruhayya dan Ipan Padila. Gencarnya aktivitas masyarakat menggunakan media sosial, membuat penderitaan anak-anak yang menderita gizi buruk itu, cepat diketahui secara luas.

Hanya beberapa hari setelah diposting di media sosial, kabar dirawatnya empat anak tersebut menyebar luas. Kondisi anak-anak penderita gizi buruk itu, banyak mengundang simpati dari sejumlah kalangan. Masyarakat yang berempati bahkan langsung memberikan bantuan kepada korban gizi buruk yang masih terbaring lemah di rumah sakit plat merah tersebut.

Seperti diketahui, kasus gizi buruk sempat booming pada zaman pemerintahan Gubernur Serinata. Saat itu, tidak sedikit anak-anak menderita gizi buruk. Kini, kejadian serupa kembali muncul ke permukaan. Memang, banyak faktor yang menyebabkan terjadinya gizi buruk maupun gizi kurang. Seperti adanya penyakit bawaan dan lain sebagainya.

Namun penyakit gizi buruk ini kerap diidentikkan dengan kesejahteraan masyarakat. Karena jika ditarik benang merahnya, penderita gizi buruk maupun gizi kurang rata-rata berasal dari kalangan keluarga kurang mampu. Rika Ayu Tantri misalnya. Ia berasal dari keluarga yang tidak utuh. Dimana ibunya merantau ke Arab menjadi TKW sedangkan ayahnya menikah lagi. Praktis, ia hanya dirawat oleh neneknya dengan ekonomi yang pas-pasan.

Kondisi ini harusnya menjadi kajian bersama. Terutama pemerintah daerah. Baik Pemprov NTB, maupun pemerintah yang ada di kabupaten/kota. Ditengah pesatnya pembangunan berikut pertumbuhan ekonomi yang menunjukkan tren peningkatan, ternyata masih ada persoalan sosial yang belum terselesaikan.

Bisa jadi, kasus gizi buruk di NTB ini, seperti gunung es. Hanya sedikit yang mencuat ke permukaan, tetapi sesungguhnya bisa lebih dari itu. Jika tidak segera ditangani dengan benar, hingga kondisinya pulih, kasus gizi buruk ini dapat membawa stigma kurang baik bagi NTB. Apalagi NTB dikenal sebagai daerah surplus beras, bahkan menjadi daerah penyangga stok beras nasional.

Untuk itu, pemerintah daerah harus serius menangani kasus gizi buruk ini. Jangan sampai terjadi seperti pepatah ‘’tikus mati di lumbung padi’’. Meskipun memang gizi buruk maupun gizi kurang tidak melulu berbicara soal pangan. Pola asuh anak-anak penderita gizi buruk oleh pihak medis juga banyak dipersoalkan.

Disinilah peran Pemda. Bagaimana mengedukasi keluarga-keluarga yang ada di daerah ini agar menerapkan pola asuh yang benar. Kejadian ini cukup disesalkan. Pasalnya, Pemda memiliki perpanjangan tangan untuk menjangkau para penderita gizi buruk, yakni kader Posyandu. Pemerintah telah menyediakan insentif bagi para kader tersebut. Nampaknya memang harus ada evaluasi menyeluruh terhadap hal-hal yang terkait gizi buruk maupun gizi kurang.


Harapannya ke depan tidak ada lagi warga NTB yang menderita gizi buruk. Selain itu, Pemda juga harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat agar kemiskinan tidak lagi menjadi alasan gizi buruk. (*)

Comments

Popular Posts