Penurunan Kemiskinan Butuh Kerja Konkret

TAHUN 2016 ini Kota Mataram menargetkan penurunan angka kemiskinan satu persen. Target penurunan angka kemiskinan ini sebetulnya bisa dibilang masih stagnan jika dibandingkan dengan penambahan anggaran yang cukup signifikan untuk menurunkan angka kemiskinan di Kota Mataram. Bahkan jika mencermati MoU atau kesepakatan TKPKD (Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah) Provinsi NTB dengan TKPK kabupaten/kota, Mataram telah memasang target penurunan angka kemiskinan dari 3,5 persen menjadi 2 persen.

Tetapi nyatanya, Kota Mataram hanya menargetkan penurunan kemiskinan rata-rata satu persen. Seperti diketahui, angka kemiskinan di Kota Mataram tahun ini 10,06 persen. Dan, pada tahun anggaran 2015 lalu, Pemkot Mataram telah menganggarkan tidak kurang dari Rp 32 miliar yang dihajatkan untuk mengentaskan kemiskinan. Tahun 2016 ini, anggaran tersebut rencananya akan ditambah.

Ini sejalan dengan visi dan misi Walikota dan Wakil Walikota Mataram. Tentu ini menjadi pekerjaan rumah yang tidak ringan bagi pasangan Walikota dan Wakil Walikota Mataram pada periode kedua kepemimpinannya. Karena seperti disampaikan Kepala Bappeda Kota Mataram, lalu Martawang, bahwa semakin kecil angka kemiskinan, justru semakin sulit diturunkan.

Namun demikian, kita jangan sampai latah dengan istilah semakin kecil angka kemiskinan semakin sulit diturunkan. Justru ini menjadi tantangan tersendiri bagi Kota Mataram. Sekaligus menguji sejauh mana keseriusan Kota Mataram dalam mengentaskan kemiskinan. Sehingga data kemiskinan menjadi bagian tidak terpisahkan dari upaya penanggulangan kemiskinan.

TKPKD Kota Mataram, H. Mohan Roliskana mengingatkan jajarannya agar data kemiskinan yang diterbitkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) tidak tumpang tindih dengan data yang dimiliki Kota Mataram di tiap-tiap kecamatan bahkan kelurahan. Pengalaman yang terjadi selama ini, perbedaan data kemiskinan yang diterbitkan BPS dengan Pemda kerap memicu gejolak di lapangan.

Misalnya saja, penerima tiga ‘’kartu sakti’’ Jokowi (Kartu Indonesia Sejahtera, Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat) dianggap masih belum tepat sasaran. Fakta di lapangan, warga yang betul-betul miskin, kerap tidak tercover dalam daftar penerima bantuan. Tentu ini  menjadi persoalan yang berpotensi menimbulkan gesekan sosial. Tidak terdaftarnya warga miskin dalam data orang miskin, bisa saja disebabkan oleh beberapa faktor.

Pertama, warga miskin tersebut luput dari pendataan. Kedua, waktu pendataan berlangsung warga tersebut belum masuk dalam kategori miskin ataukah pola pendataan yang kurang mengena. Kondisi ini tidak hanya terjadi di Kota Mataram, daerah-daerah lain juga sering dihadapkan pada persoalan serupa. Untuk itu, kondisi ini membutuhkan kerja konkret kepala daerah dan wakil kepala daerah yang dibantu oleh SKPD. Di Mataram, anggaran penanggulangan kemiskinan tersebar di beberapa SKPD.


Sehingga, pengentasan kemiskinan itu menjadi tanggungjawab bersama. Kerja-kerja penanggulangan kemiskinan ini akan terukur dengan penurunan angka kemiskinan yang berbanding lurus dengan anggaran penanggulangannya. Jangan sampai, TKPKD yang diberi honor setiap bulan dari APBD hanya menjadikan penanggulangan kemiskinan itu sebagai pekerjaan yang tidak terukur. Karena setiap daerah pasti mendambakan angka kemiskinan yang sekecil-kecilnya , bahkan bila perlu nihil. (*)

Comments

Popular Posts