Rakernas I ADEKSI di Mataram Berlangsung Sukses
Mataram (Suara NTB) –
Rakernas (Rapat Kerja
Nasional) I ADEKSI (Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia) 2016 yang berlangsung
di Kota Mataram tanggal 24 – 27 Februari 2016, berlangsung sukses. Rakernas I
ADEKSI 2016 berhasil melahirkan rekomendasi dan program kerja strategis. Dalam
Rakernas I ADEKSI tahun 2016 ini, terdapat dua komisi. Masing-masing Komisi A bertugas
menyusun rekomendasi Rakernas dan Komisi B menyusun program kerja tahun pertama.
Berikut adalah hasil
Komisi A terkait rekomendasi dan hasil Komisi B terkait program kerja. Keduanya
telah disahkan melalui rapat pleno Rakernas I Tahun 2016 ADEKSI.
Rekomendasi Rapat
Kerja Nasional (Rakernas) I Tahun ADEKSI 2016
Mataram, 24-27
Februari 2016:
Pada era
desentralisasi/otonomi daerah, pengawasan merupakan fungsi inti dalam
pelaksanaan peran keparlemenan dari DPRD. Optimalisasi pengawasan--sebagai
tema Rakernas I tahun 2016 ini--menjadi
penting bagi DPRD atas dasar alasan: [1] sebagai perwujudan mandat DPRD sebagai
pranata perwakilan rakyat dalam mengawasi pengelolaan pemerintahan daerah; [2]
pengawasan menjadi instrumen guna menjamin tegaknya tata pemerintahan lokal
demokratik; [3] pengawasan dapat meredam praktik korupsi/kolusi di tubuh
pemerintahan daerah; [4] pengawasan memungkinkan terbangunnya hubungan check and balances antara legisilatif dan
eksekutif.
Dimensi pengawasan yang
menjadi perhatian dalam Rakernas ini adalah pertama, pelaksanaan salah satu
fungsi DPR untuk mengawasi [1] implementasi peraturan [Perda dan Perkada]; [2]
pelaksanaan peraturan perundang-undangan lain terkait penyelenggaraan
pemerintahan daerah; serta [3] pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan
laporan keuangan oleh BPK. Dimensi kedua adalah pengawasan lembaga-lembaga supra-daerah
[Kemendagri, BPK, BPKP] terhadap DPRD berkenaan pengelolaan keuangan Dewan dan
fungsi-fungsi keparlemenan yang ada.
Sebagai objek pengaturan
nasional, lemahnya kedudukan formal dan kewenangan kelembagaan DPRD dalam
konstruksi UU Pemda [khususnya sejak UU No.32 Tahun 2004 hingga kini UU No. 23/2014]
membuat pranata perwakilan politik lokal ini tidak saja berdaya tawar lebih
rendah terhadap Pemda c/q Kepala Daerah, tetapi juga menjadi subordinat dan interior terhadap
rezim pengaturan Kemendagri.
Sementara sebagai objek pengawasan dan
pemeriksaan, ketidakjelasan standar yang berlaku hingga rentannya posisi DPRD
disalahkan dalam persoalan tata kelola keuangan daerah [APBD] merupakan
sebagian isu mendasar hari ini. Bahkan, dalam praktik di lapangan, hingga hari
ini belum terbangun sinergitas antara DPRD dengan lembaga-lembaga
supra-daerah dalam menjalankan pengawasan. Kedudukan DPRD yang memiliki
otoritas pengawasan justru disamakan dan bahkan lebih rendah dari satuan kerja
di eksekutif. Menyikapi
keadaan di atas, peserta Rakernas I ADEKSI dengan ini merekomendasikan beberapa hal
sebagai berikut:
Pertama, menegaskan
kesetaraan posisi DPRD dengan Kepala Daerah dan kedudukan DPRD sebagai lembaga
legislatif di daerah. Untuk itu, sebagai pranata perwakilan rakyat yang juga
dipilih langsung oleh rakyat, otonomi politik DPRD harus dijamin secara
kelembagaan melalui reposisi menuju posisi setara dengan mitra kerja, yakni
Kepala Daerah, sehingga pelaksanaan fungsi-fungsi DPRD khususnya fungsi
pengawasan membawa daya ikat yang jelas dan kuat bagi eksekutif.
Untuk itu, ADEKSI
mendorong percepatan diterbitkannya Peraturan Pemerintah terkait kedudukan dan
fungsi DPRD, sebagai jabaran UU No. 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah. Pada saat bersamaan, ADEKSI juga mendorong percepatan
revisi PP tentang Keuangan dan Administrasi DPRD dengan memperhatikan masukan
ADEKSI sebelumnya yang sudah diserahkan kepada Pemerintah [c/q Kemendagri].
Kedua, ADEKSI mendesak
para pembentuk undang-undang untuk memberikan keadilan regulasi dalam hal
syarat pencalonan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Adanya diskriminasi
bagi pimpinan dan anggota DPRD yang harus mundur dari jabatannya (UU No. 8
Tahun 2015 tentang Pilkada) jelas merugikan hak konstitusional DPRD dan
merupakan bentuk ketidakadilan regulasi dimana klausul demikian tidak berlaku
bagi Kepala Daerah yang secara subtantif menduduki jabatan politik yang sama
dengan pimpinan dan anggota DPRD. Sejalan dengan upaya revisi undang-undang
tersebut saat ini kami mendesak DPR dan pemerintah untuk mengatur klausul
keadilan politik bagi DPRD.
Ketiga, mendesak diatur
secara jelas tindak lanjut hasil pengawasan DPRD oleh kepala daerah. Masalah
yang sering dihadapi terkait efektivitas pengawasan DPRD selama ini adalah
belum adanya standar dan mekanisme yang memadai dalam aturan perundang-udangan
sebagai acuan menjalankan fungsi pengawasan yang dapat mengikat Kepala Daerah
untuk mematuhi dan menindaklanjuti hasil-hasil pengawasan DPRD.
Untuk itu, ADEKSI meminta
segera dibuat peraturan yang mengatur tata cara pelaksanaan fungsi pengawasan
DPRD yang bisa dijadikan acuan seluruh DPRD. Acuan bersama ini juga akan
merubah praktik yang selama ini di mana setiap DPRD memiliki pola dan cara
kerja sendiri-sendiri menjalankan fungsi pengawasan, berupa mekanisme, standar
kerja, ukuran efektivitas dan out put
yang dicapai.
Keempat, mendesak agar
diatur mekanisme tata cara penyerahan berkas hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) kepada DPRD, maupun mekanisme pembahasan dan klarifikasi atas
temuan LHP BPK. Sesuai Permendagri No 13 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan
Fungsi Pengawasan DPRD Terhadap Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK, LHP atas
pengelolaan keuangan dan aset daerah harus diserahkan kepada Kepala Daerah dan
pimpinan DPRD melalui sidang paripurna DPRD. Namun, persoalan lalu terjadi
berkenaan kurang jelasnya mekanisme yang ada. Pasal 2 ayat (1) Permendagri
tersebut, antara lain, menyatakan bahwa DPRD menerima laporan hasil pemeriksaan
BPK, namun lebih lanjut tak diatur tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK
kepada DPRD maupun mekanisme tindak lanjut.
Untuk itu, ADEKSI
mendesak perlunya pengaturan yang jelas melalui revisi Permendagri yang
menetapkan mekanisme tunggal penyerahan LHP BPK: dalam sidang Paripurna DPRD.
Mekanisme baku dan tunggal semacam ini juga akan merubah praktik bervariasi di daerah, di mana ada yang
melakukan penyerahan berdasarkan Surat Kesepakatan Bersama BPK-DPRD, melakukan
penyerahan secara kolektif di kantor BPK yang cenderung mendegradasi posisi
DPRD dan tidak terbuka bagi masyarakat, dll.
Penyerahan hasil tindak
lanjut LHP BPK dilakukan sebelum penetapan Ranperda Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD. Pembahasan Ranperda dimaksud berlangsung selama 90 hari
kerja.
Kelima, mendorong
kemauan para pihak terkait untuk membangun pola hubungan sinergis dan saling
menguatkan antara DPRD dengan lembaga-lembaga supra-daerah. Misalnya, sinergi
pengawasan dengan lembaga yudikatif yang merupakan instansi vertikal di daerah.
Forkompimda yang selama ini menjadi wadah komunikasi dan koordinasi tidak
berjalan efektif, sifatnya lebih sebagai paguyuban. Hubungan sinergis dan
saling menguatkan ini bisa terwujud, antara lain, jika landasan hubungan kerja
antara DPRD dengan lembaga-lembaga supra daerah tersebut dibuat secara jelas
dalam kerangka pengaturan tertentu diikuti dengan nomenklatur anggaran yang
jelas dalam APBD.
Keenam, mendesak diatur
secara jelas perihal standar, pola kerja, batas waktu, mekanisme, output dan implikasi dari hasil
pengawasan DPRD kepada Kepala Daerah. Selama ini hasil pengawasan DPRD yang
sudah dilakukan melalui penggunaan hak interpelasi, angket dan menyatakan
pendapat bersifat mengambang. Hak DPRD melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan suatu peraturan daerah atau kebijakan yang berkaitan dengan hal-hal
penting, strategis dan berdampak luas pada kehidupan dan kepentingan masyarakat
tidak berujung pada daya ikat yang otoritatif bagi Kepala Daerah untuk mematuhi
dan menindaklanjutinya.
Ketujuh, dalam kerangka
sinergi pengawasan antara eksekutif dan legislatif,
proses pengawasan harus dilakukan melalui Kepala Daerah. Pengawasan dan
pembinaan yang dilakukan Inspektorat terhadap Sekretariat Dewan, sebagai
contoh, tidak sepatutnya dilakukan di luar kerangka hubungan kelembagaan antara
DPRD dan Kepala Daerah sebagai pintu satu-satunya bagi SKPD dalam menjalin
administrasi komunikasi dan relasi kerja [pengawasan, pembinaan] atas Sekwan.
Kedelapan, menyerukan
kepada DPRD [provinsi, kabupaten dan kota] maupun elemen-elemen
lain untuk terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan yang mendukung penguatan
kesatuan dan keutuhan NKRI. Anggota DPRD patut berperan dalam setiap kegiatan
sosialisasi Empat Pilar dan bela negara, serta mengambil segala inisiatif dan
peran kepeloporan dalam berbagai bentuk kegiatan yang bertujuan menolak ajaran,
ideologi dan perilaku yang berpotensi mengganggu keutuhan NKRI seperti
terorisme, radikalisme, narkoba dan korupsi.
Kesembilan, ADEKSI meminta
Pemerintah Pusat sebagai pembuat peraturan perundang-undangan dan pembina pemerintahan
daerah untuk memasukkan DPRD dalam tugas pembinaan atas ASN. Munculnya sikap
tidak taat pejabat daerah, termasuk untuk menindaklanjuti hasil rapat dan hasil
pengawasan DPRD, antara lain disebabkan tidak adanya mekanisme bagi DPRD untuk
melakukan pembinaan konstruktif kepada para Kepala SKPD, termasuk dalam
rekomendasi dan mekanisme konsultasi dengan DPRD ketika promosi seorang pejabat
oleh Kepala Daerah. Pengaturan hubungan yang konstruktif berorientasi pada
peningkatan produktivitas kerja birokrasi dan ketaatan atas hasil keputusan dan
masukan DPRD perlu dirumuskan ke depan, sembari mengantisipasi politisasi
birokrasi yang mungkin terjadi.
REKOMENDASI INTERNAL
Pertama, peserta
Rakernas I 2016 ADEKSI merekomendasikan agar Pengurus dan Seknas ADEKSI,
membuat rundown schedule perjuangan
rekomendasi, baik kepada pemerintah maupun DPR RI, supaya hasil rekomendasi
Rakernas ADEKSI dapat diukur keberhasilannya.
Kedua, peserta
Rakernas I 2016 ADEKSI merekomendasikan agar ADEKSI memfasilitasi hubungan
kerja dengan mitra-mitra luar negeri dalam konteks MEA dan globalisasi untuk
meningkatkan daya saing daerah.
Ketiga, peserta
Rakernas I 2016 ADEKSI merekomendasikan lagu Mars ADEKSI hasil Musyawarah
Nasional ADEKSI ke V tahun 2015 diganti dengan Mars ADEKSI yang dicipta
Syafrudin Yuliansche dan aransemen Yasper Ambrusi ditetapkan sebagai Lagu Mars
Organisasi yang akan dikumandangkan dalam kegiatan-kegiatan resmi ADEKSI.
Keempat, peserta
Rakernas I 2016 ADEKSI merekomendasikan perlu disusun peraturan organisasi atau
kode etik organisasi yang mengatur pola hubungan yang kondusif dalam internal
pengurus ADEKSI.
PROGRAM KERJA ADEKSI Periode
2016-2017
NO
|
TUJUAN
|
KEGIATAN
|
WAKTU
|
KET
|
I.
|
ADVOKASI
|
|||
1.1.
|
Menguatkan peran dan fungsi DPRD sebagai wadah perwakilan rakyat di
daerah.
|
Review pokok-pokok pikiran dalam UU 23/2014 dan UU 17/2014 terkait
dengan peran dan fungsi DPRD beserta produk-produk per-UU-an turunannya.
Penyampaian pokok-pokok
pikiran ADEKSI (maupun bersama asosiasi lainnya) kepada pemerintah pusat dan
DPR dan lembaga negara lain terkait.
Membuat draf
PP/Permendagri terkait fungsi pengawasan DPRD (Hasil Rakernas Mataram).
|
|
|
1.2.
|
Memperkuat eksistensi ADEKSI di daerah.
|
Melakukan berbagai lobi dengan Kementerian Dalam Negeri.
Membuat draf Permendagri mengenai ADEKSI.
|
|
|
1.3.
|
Memperkuat otonomi daerah melalui peningkatan kapasitas fiskal daerah.
|
Mengusulkan revisi UU yang berpihak pada Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah.
Mengusulkan peraturan RUU Pendapatan Asli Daerah.
|
|
Pengganti UU Pajak dan Retribusi Daerah
|
II
|
PENGEMBANGAN KAPASITAS KELEMBAGAAN DAN ANGGOTA
|
|||
2.1.
|
Meningkatkan kinerja
DPRD untuk menjalankan tugas dan fungsi (TUPOKSI) dengan baik.
|
Melakukan berbagai rapat-rapat baik tingkat nasional maupun daerah
untuk membahas berbagai isu terkait dengan Tupoksi DPRD.
|
|
|
2.2.
|
Meningkatkan wawasan kebangsaan dan kepemimpinan DPRD.
|
Kursus Singkat
kepemimpinan bagi Pimpinan dan anggota DPRD sebanyak 5 angkatan, kerjasama
dengan Lemhannas RI
|
Angkatan 39; 3-11 April
Angkatan 40; 1-9 Mei
Angkatan 41; 24 Juli – 1 Agustus
Angkatan 42: 7-15 Agustus
Angkatan 43; 4-12 September
|
|
III.
|
PENGEMBANGAN KEMANDIRIAN KEUANGAN
|
|||
3.1.
|
Mendorong keuangan yang
mandiri berdasarkan dana utama dan program ADEKSI.
|
Memastikan kepada
Kemendagri mengenai dasar hukum iuran anggota (draf Permendagri tentang
Asosiasi ADEKSI).
Melakukan kegiatan
berbayar seperti Rakornas, Rakernas, Rakernis dan sejenisnya kepada anggota terkait isu-isu fungsi
kedewanan maupun pengembangan kapasitas lainnya.
|
|
|
IV.
|
PENGEMBANGAN ORGANISASI
|
|||
4.1.
|
Meningkatkan kualitas
kepemimpinan ADEKSI.
|
Rapat Dewan Pengurus.
Pelatihan bagi staf
Seknas sesuai kebutuhan.
Menghadiri konferensi
internasional/mewakili ADEKSI dalam kunjungan ke negara lain.
|
|
|
4.2.
|
Mengembangkan sistem
manajemen yang profesional.
|
Pelaksanaan SOP
|
|
|
4.3.
|
Mengembangkan sistem
keuangan yang sehat.
|
Pembenahan sistem
akutansi dengan bantuan konsultan akuntan.
Audit keuangan.
Pelaporan keuangan.
|
|
|
V.
|
KEHUMASAN
|
|||
5.1.
|
Mengembangkan citra
ADEKSI di mata publik di tingkat nasional dan internasional untuk mempengaruhi opini.
|
Pengelolaan Website :
Update data, informasi
kegiatan, agenda internal/eksternal, dsb.
Konferensi pers dan
siaran pers secara berkala tentang isu penting terkait DPRD/Otonomi Daerah.
|
|
|
5.2.
|
Mengembangkan kualitas
pengetahuan anggota kepada ADEKSI.
|
Penerbitan newsletter.
Penerbitan buku hasil
kajian, rapat kerja, dan lain-lain.
|
|
|
VI.
|
KERJASAMA LUAR NEGERI
|
|||
6.1.
|
Memantapkan dan
mempertahankan citra positif DPRD Kota melalui jaringan ADEKSI di luar
negeri.
|
Kunjungan kerja
kelembagaan ke Parlemen Lokal di
negara-negara sahabat.
Menghadiri undangan
dari lembaga-lembaga internasional, yang tidak terbatas pada UCLG, lembaga
internasional, dan mitra ADEKSI lainnya.
|
|
|
Comments