Terkait Adat Istiadat

MINIMNYA minat masyarakat Kelurahan Mandalika Kecamatan Sandubaya Kota Mataram menempati rusunawa (rumah susun sederhana sewa) dibenarkan oleh Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Mataram, Herman, AMd. Keengganan masyarakat tersebut karena kecenderungan budaya masyarakat demikian. ''Kecenderungannya itu menyangkut budaya atau adat kita. Kalau rusunawa itu kan individual, sementara budaya masyarakat kita masih suka tinggal secara komunal,'' ujar Herman kepada Suara NTB kemarin. Ini, lanjut Herman, tidak terlepas dari masih adanya banjar. Sehingga ketika mereka keluar dari banjar, akan menjadi sorotan masyarakat di lingkungan itu. Ia tidak menyangkal bahwa pembangunan rusunawa Mandalika itu dihajatkan untuk masyarakat sekitar. Namun memang karena budaya masyarakat ingin dekat dengan lingkungan sehingga hunian rusunawa Mandalika belum maksimal. Karena Bagaimanapun masyarakat lokal jelas masih terikat dengan adat istiadat dan lain sebagainya. Meskipun minat masyarakat menempati rusunawa tapi bukan berarti Mataram belum membutuhkan adanya rusunawa. ''Sebenarnya cocok dan memang sangat dibutuhkan. Cuma kan kembali lagi. Mungkin penempatannya yang kurang pas,'' kata anggota Dewan dari Dapil Sandubaya ini. Herman mengatakan bahwa sebagian besar yang menempati rusunawa adalah kaum urban. Selain itu, pola kepemilikan juga menjadi persoalan. Karena, katanya, karakter masyarakat cenderung ingin memiliki tempat tinggal yang permanen. ''Itu juga yang menjadi pemikiran,'' cetusnya. Namun Herman menyakini bahwa rusunawa tetap dibutuhkan untuk perkembangan Kota Mataram ke depan. Hanya saja, lokasi pembangunan rusunawa perlu dipikirkan dengan matang. Enggannya masyarakat menempati rusunawa, sebetulnya tidak hanya terjadi di Mataram tapi juga daerah daerah lainnya di Indonesia. ''Di Jakarta juga banyak yang kosong, mereka tidak mau menempati,'' sebutnya. Herman membantah kalau struktur bangunan rusunawa yang bertingkat membuat masyarakat enggan tinggal di sana. Justru dengan keterbatasan lahan di Mataram, masyarakat harus mulai terbiasa dengan bangunan bertingkat. Dengan kondisi ini, bukan berarti pemerintah membolehkan siapa saja tinggal di rusunawa. Menurut Herman, Pemkot Mataram perlu melakukan pendekatan dan menggencarkan sosialisasi. Masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa rusunawa dibangun untuk masyarakat setempat. ‘’Libatkan kepala lingkungan, tokoh agama dan tokoh masyarakat,’’ pungkasnya. (fit)

Comments

Popular Posts