Awasi Koperasi
KOPERASI
mati suri sepertinya sudah menjadi kabar rutin yang kita dengar belakangan ini.
Bagaimana tidak, fakta di lapangan memang menunjukkan hal tersebut. Di NTB
saja, tercatat 1.665 koperasi yang berpotensi mati suri. Ini tentu tidak bisa
dibiarkan begitu saja. Oleh karena itu, sejak tahun 2015 lalu, pemerintah telam
mempersiapkan pembubaran 642 koperasi.
Dimana,
koperasi-koperasi itu telah disurati oleh pemerintah. Mereka diberikan pilihan,
apakah mau membubarkan diri atau dibubarkan pemerintah. Dari jumlah itu,
setengahnya atau 320 koperasi dipastikan akan dibubarkan oleh pemerintah.
Kepastian ini karena 320 koperasi itu tidak mengindahkan surat dari pemerintah
terkait opsi pembubaran itu.
Pemprov
NTB berencana melakukan penertiban koperasi mati suri secara bertahap hingga
tahun 2019 mendatang. Tetapi bagaimanapun, itu akan menjadi beban pemerintah.
Segala beban utang dari koperasi mati suri itu, akan menjadi tanggungan
pemerintah. Sejauh ini, Pemprov NTB melalui Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi
NTB masih mengkalkulasikan berapa beban utang yang harus ditanggung akibat
koperasi tersebut.
Dinas
Koperasi masih fokus pada penertiban koperasi mati suri. Tahun 2016 dipastikan
sebanyak 400 koperasi akan dibubarkan. Menyusul tahun 2017 sebanyak 400
koperasi. Kemudian tahun 2018 jumlah koperasi yang akan dibubarkan sebanyak 405
koperasi dan tahun 2019, sebanyak 460 koperasi akan dibubarkan. Banyak jumlah
koperasi mati suri ini semestinya dapat menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk
lebih selektif dalam memberikan izin pendirian koperasi.
Karena
ada kesan bahwa pendirian koperasi nerorientasi pada bantuan pemerintah. Karena
seperti diketahui, pemerintah pusat menganggap koperasi sebagai salah satu
sarana untuk mensejahterakan masyarakat. Sehingga banyak kucuran anggaran yang
disiapkan pemerintah pusat untuk pengembangan koperasi hingga ke pelosok desa.
Angin
segar dari pemerintah pusat ini yang nampaknya dimanfaatkan oleh kelompok
masyarakat untuk berlomba-lomba mendirikan koperasi. Sayangnya, semangat
mendirikan koperasi ini, tidak dibarengi dengan komitmen mereka untuk mengelola
dan mengembangkannya. Terbukti, dalam hitungan tahun bahkan hitungan bulan,
satu per satu koperasi tersebut mulai kolaps.
Ini
terlihat dari mulai nihilnya aktivitas perkoperasian. Bahkan, ada juga koperasi
‘’papan nama’’. Pemerintah memang harus memberikan pengawasan lebih terhadap
keberadaan koperasi. Jika dibiarkan tanpa pengawasan yang jelas, bukan tidak
mungkin nantinya akan menjadi beban pemerintah. Tidak hanya persoalan koperasi
mati suri. Banyak juga bank rontok yang mengatasnamakan koperasi.
Hanya
saja, praktik finansial yang mereka tunjukkan bukan layaknya koperasi. Dimana
merejka member pinjaman modal usaha kepada masyarakat dengan bunga yang
terbilang tinggi. Praktik seperti ini jelas jauh dari cerminan sebuah koperasi.
Untuk itu ke depan pemerintah diharapkan lebih selektif dalam memberikan izin
pendirian koperasi. Jangan sampai, banyaknya jumlah koperasi akan bermasalah di
kemudian hari. (*)
Comments