Gagal Edukasi Masyarakat
KASUS
DBD (Demam Berdarah Dengue) yang terjadi di Kota Mataram, sudah sampai pada
tahap yang memprihatinkan. Dinas Kesehatan Kota Mataram mengakui bahwa jumlah
kasus DBD tahun ini diprediksi akan lebih banyak dibandingkan jumlah kasus yang
terjadi tahun 2015 lalu. Kondisi ini menjadi lebih gawat karena DBD di Mataram sudah
merenggut korban jiwa.
Jumlah
kasus DBD yang ditemukan di Kota Mataram hampir di seluruh kelurahan. Dari 50
kelurahan yang ada, kasus DBD ditemukan di 47 kelurahan. Sejumlah kelurahan
masuk dalam zona merah. Kelurahan yang paling banyak warganya terkena DBD
adalah Kelurahan Monjok dengan temuan 23 kasus. Selanjutnya adalah Kelurahan
Cakranegara Utara sebanyak 19 kasus, Karang Baru, Kekalik Jaya, dan Pagesangan Timur
masing-masing sebanyak 18 kasus, serta Rembiga sebanyak 17 kasus.
Data
dari Dikes Kota Mataram, bahwa dari Januari sampai April ini, jumlah kasus DBD
yang tercatat sebanyak 412 kasus. Jumlah ini meningkat pesat dibandingkan
dengan tahun 2015 lalu dimana jumlah kasus DBD yang ditemukan pada 2015 lalu
sebanyak 481. Data ini dihimpun dari 12 rumah sakit maupun Puskesmas yang ada
di Kota Mataram.
Meskipun
masih ada tiga kelurahan yang tergolong masih putih atau belum terjangkit DBD,
bukan berarti Dikes tidak menjadikan tiga kelurahan itu sebagai perhatian
mereka. Justru di tiga kelurahan itu dibutuhkan langkah antisipatif bagaimana
agar tiga kelurahan itu tidak tertular menjadi kelurahan zona merah mengikuti
47 kelurahan lainnya.
Apalagi
Kota Mataram, sebagaimana disampaikan Asisten II Setda Kota Mataram, Ir. H.
Effendi Eko Saswito, MM., menyatakan perang dengan jentik nyamuk DBD. Pernyataan
ini tentu harus dibuktikan dengan upaya konkret dari Pemkot Mataram untuk
memproteksi masyarakat. Munculnya jentik nyamuk DBD erat hubungannya dengan
pola hidup masyarakat.
Dengan
maraknya kasus DBD di Mataram, mengindikasikan bahwa Pemkot Mataram telah gagal
mengedukasi masyarakat bagaimana menjalani pola hidup yang bersih. Karena
bagaimanapun, DBD ini, bukan melulu persoalan fogging atau pengasapan. Selama ini, ada anggapan bahwa DBD
meningkat jumlah kasusnya karena minimnya pengasapan.
Padahal,
pengasapan itu hanya mampu membunuh nyamuk dewasa. Kalaupun dilakukan
pengasapan, tidak akan berpengaruh pada perkembangan jentik nyamuk DBD. Disinilah
sebetulnya partisipasi aktif masyarakat diharapkan. Apa yang disampaikan
pemerintah melalui iklan layanan masyarakat tentang gerakan 3M, jarang
dilaksanakan oleh masyarakat.
Ini
menjadi pekerjaan rumah Pemkot Mataram bagaimana agar upaya pencegahan menjadi
prioritas ketimbangan penanggulangan. Walikota Mataram, H. Ahyar Abduh
sebetulnya harus lebih bijak terhadap persolan ini. Karena jika mengacu pada
peraturan Menteri Kesehatan, bahwa Mataram sudah layak mengeluarkan status kejadian
luar biasa terhadap DBD. Sayangnya hal itu tidak dilakukan walikota dengan
alasan masih sanggup mengatasinya.
Dengan
kesanggupan Walikota Mataram, diharapkan beberapa bulan ke depan, jumlah kasus
DBD di Kota Mataram tidak menunjukkan grafik peningkatan. (*)
Comments