Lobi Pemerintah Pusat
AWAL
kehadiran Rusunawa (Rumah Susun Sederhana Sewa) membuat Pemkot Mataram cukup
senang. Rusunawa dianggap sebagai salah satu alternatif solusi mengatasi
persoalan kekurangan rumah di Kota Mataram. Walikota Mataram, H. Ahyar Abduh dalam
sejumlah kesempatan menyampaikan bahwa Mataram masih kekurangan sekitar 100
ribu rumah. Bahkan, persoalan kekurangan rumah ini sudah disampaikan orang
nomor satu di Mataram itu sejak periode pertama duet kepemimpinannya bersama
Wakil Walikota Mataram, H. Mohan Roliskana.
Fakta
yang terlihat di masyarakat, bahwa satu rumah yang idealnya dihuni oleh satu
keluarga, justru ditinggali oleh dua bahkan tiga keluarga. Ini banyak terjadi
di pemukiman-pemukiman padat penduduk. Orang tua masih tinggal serumah dengan
anaknya yang sudah berkeluarga. Ini karena mereka belum mapan sehingga belum
mampu membeli rumah.
Apalagi
perumahan yang ada di Mataram dibanderol dengan harga relatif tinggi. Sehingga masih
banyak masyarakat yang tidak sanggup membelinya. Terutama masyarakat dengan
tingkat perekonomian menengah ke bawah. Sehingga, tawaran untuk membangun
Rusunawa dianggap sebagai jalan keluar atas persoalan tersebut. Terlebih, lahan
untuk dibangun yang tersisa di Mataram juga tak banyak.
Rusunawa
yang pertama dibangun oleh pemerintah pusat di Mataram adalah Rusunawa
Selagalas. Rusunawa ini dibangun tiga lantai dengan jumlah kamar 99 unit. Untuk
dapat tinggal di rusunawa Selagalas itu, warga harus melalui tahapan seleksi.
Animo masyarakat untuk tinggal di rusunawa cukup tinggi. Sehingga Pemkot
Mataram memprioritaskan masyarakat berpenghasilan rendah yang boleh tinggal di
sana dengan spesifikasi warga sekitar rusunawa.
Selain
Rusunawa Selagalas, masih ada dua Rusunawa lainnya yang merupakan bantuan
pemerintah pusat. Sayangnya kini tiga Rusunawa itu justru menjadi ‘’beban’’
bagi Pemkot Mataram. Tarif sewa yang murah membuat pengelola tidak mampu
melakukan perawatan yang ideal. Sewa yang didapatkan pemerintah bisa jadi hanya
mampu untuk membayar tagihan listrik, air dan membayar tenaga kebersihan.
Sedangkan,
kalau ada kerusakan yang membutuhkan perawatan dalam skala yang cukup besar,
praktis Pemkot Mataram tidak bisa mengintervensinya. Pangkal masalahnya adalah,
meski telah beroperasi sejak tahun 2011 lalu, nyatanya hingga kini, belum ada
penyerahan Rusunawa itu oleh pemerintah pusat kepada daerah. Kondisi ini
membuat Pemkot Mataram tidak bisa menganggarkan untuk biaya pemeliharaan.
Hal
ini cukup disayangkan, karena kondisi di mana Rusunawa belum juga diserahkan
oleh pemerintah pusat sudah berlangsung sejak enam tahun yang lalu. Mestinya,
Pemkot Mataram segera mengambil langkah solutif bagaimana agar pemerintah pusat
secepatnya melakukan penyerahan asset berupa Rusunawa itu kepada Pemkot
Mataram. Bila perlu, Pemkot Mataram bersama legislatif bersama-sama melakukan
lobi-lobi kepada pemerintah pusat agar Rusunawa itu segera diserahkan kepada
Pemkot Mataram.
Karena,
jika Pemkot Mataram hanya menunggu, hal itu justru terkesan sebagai sebuah
pembiaran. Jika tidak dilakukan pemeliharaan rutin dengan alasan Pemkot Mataram
belum bisa menganggarkan, dikhawatirkan terjadi kerusakan yang semakin serius
pada bangunan Rusunawa. (*)
Comments