Hasilnya Harus Nyata
PEMKOT
Mataram menyiapkan anggaran pengentasan kemiskinan dengan nominal yang cukup
fantastis. Berdasarkan pengakuan Kepala Bappeda Kota Mataram, Ir. Amiruddin,
bahwa tahun 2017 ini anggaran pengentasan kemiskinan di Kota Mataram mencapai
Rp 160 miliar. Angka ini meningkat dari anggaran untuk program yang sama di
tahun 2016 dan tahun 2015 lalu. Tahun 2016, anggaran pengentasan kemiskinan
yang disiapkan Rp 134 miliar sedangkan tahun 2015 hanya Rp 34 miliar.
Anggaran
pengentasan kemiskinan ini katanya tersebar di sejumlah SKPD lingkup Pemkot
Mataram. Sayangnya, tidak secara konkret disebutkan item anggaran
penanggulangan kemiskinan. Yang menjadi catatan adalah, tren anggaran
pengentasan kemiskinan yang terus meningkat, harus diakui, belum sebanding
dengan hasil yang dicapai. Nyatanya, masih banyak warga yang tidak tersentuh
program pengentasan kemiskinan itu.
Rasio
antara anggaran dengan pencapaian pengentasan kemiskinan di Mataram, mestinya
menjadi bahan evaluasi secara menyeluruh. Mulai dari pola pendataan maupun
penanganannya. Data yang keliru akan berdampak pada hasil yang didapatkan. Karena
salah satu persoalan pengentasan kemiskinan yang terkesan stagnan karena sajian data orang miskin yang keliru.
Antara
data yang dijadikan rujukan untuk melaksanakan program pengentasan kemiskinan
dengan kondisi nyata di lapangan, kerap berkebalikan. Jika ditarik benang
merahnya, tentu persoalan ini bermula dari kekeliruan pendataan. Apalagi
sekarang yang dijadikan rujukan untuk mendistribusikan bantuan untuk orang
miskin, adalah data resmi yang diterbitkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik).
Sementara,
BPS sendiri memperbarui data tersebut, tidak setiap saat. BPS melakukan
pendataan rumah tangga miskin secara periodik. Dan, ketika bantuan didistribusikan,
bukan tidak mungkin, jumlahnya sudah bertambah. Hal ini memicu kecemburuan
sosial antara penerima bantuan dengan warga yang tidak tercantum namanya
sebagai penerima walaupan dia juga terkategori miskin.
Pemerintah
sepertinya belum menemukan pola penanganan pengentasan kemiskinan yang tepat.
Karena hasil yang dicapai dengan anggaran pengentasan kemiskinan yang diparkir
sangat besar pun, belum sesuai ekspektasi. Belum lagi pengentasan kemiskinan
yang bersumber dari program aspirasi anggota Dewan. Dengan ‘’gempuran’’ program
pengentasan kemiskinan, baik dari eksekutif maupun legislatif, idealnya
kemiskinan di Kota Mataram, sudah berkurang signifikan.
Untuk
itu, pemerintah perlu mencari pola lain pengentasan kemiskinan di Kota Mataram.
Harus ada data awal yang jelas berapa jumlah orang miskin di Mataram. Kemudian
data jumlah orang miskin yang berhasil dientaskan setiap tahun. Bila perlu data
itu disajikan by name, by address. Jangan
sampai, anggaran pengentasan kemiskinan hanya untuk menangani orang miskin yang
sama dari tahun ke tahun. Kalau itu yang terjadi, sama artinya Pemkot Mataram
telah gagal melaksanakan program pengentasan kemiskinan.
Pola
pengentasan kemiskinan harus nyata hasilnya. Penanganannya sebaiknya harus
edukatif. Dalam arti, mereka yang diintervensi kemiskinannya tidak kembali
menjadi miskin pada tahun berikutnya. Sehingga dalam kurun beberapa tahun ke
depan, jumlah orang miskin di Mataram tercatat sangat kecil bahkan nol. (*)
Comments