Jangan Korbankan Masyarakat
PEMPROV
NTB meminta Bulog menghentikan pendistribusian rastra (beras sejahtera) yang
tidak layak konsumsi. Permintaan ini sangat wajar, karena kenyataannya di
lapangan, masih ditemukan rastra berkutu dan berdebu. Sebenarnya, kabar soal
rastra tidak layak konsumsi, mencuat bukan kali ini saja.
Dalam
setiap kali pendistribusian raskin atau rastra kerap dibarengi dengan kenyataan
bahwa rastra yang dibagikan kepada masyarakat miskin, banyak yang tidak layak
konsumsi. Meskipun ada kesanggupan dari pihak Bulog untuk memberi keleluasaan
kepada masyarakat untuk menukarkan rastra yang tidak layak konsumsi dengan
rastra yang baik, tetapi itu bukan solusi.
Karena,
tidak semua masyarakat penerima rastra bisa melakukan itu. Salah satu faktor
penyebabnya masyarakat tidak ingin ribet atau direpotkan dengan hal-hal semacam
itu. Oleh karena itu, alangkah lebih bijaknya jika Bulog, sebelum melakukan
pendistribusian rastra, mengecek terlebih dahulu seperti apa kondisi rastra itu
sendiri. Dengan kenyataan kondisi rastra yang diterima masyarakat, ada kesan
kalau Bulog asal-asalan.
Idealnya,
rastra yang diterima masyarakat dalam kondisi baik dan layak konsumsi. Jangan
sampai, setelah rastra dibagikan kepada masyarakat, baru diketahui bahwa rastra
itu tidak layak konsumsi. Sebetulnya, hal ini sudah sering dikeluhkan oleh
masyarakat. Pemerintah juga telah menindaklanjuti keluhan masyarakat ini dengan
melayangkan protes kepada pihak Bulog.
Namun,
solusi yang ditawarkan Bulog tetap pada opsi menukarkan rastra tak layak
konsumsi dengan rastra kualitas standar. Padahal, masyarakat menginginkan
solusi yang bukan sekedar menukar rastra kualitas jelek dengan rastra kualitas
standar. Tetapi solusi yang diharapkan adalah, bagaimana masyarakat bisa
menerima rastra dalam kondisi baik, pada setiap kali pembagian rastra tersebut.
Selama
ini, ada kesan Bulog tidak transparan dalam hal stok pangan, terutama beras
bagi masyarakat miskin. Wajar kalau kemudian warga mengeluhkan kualitas rastra
yang didistribusikan Bulog, jelek. Karena memang, rastra itu tidak semata-mata
bersumber dari beras yang baru diserap Bulog dari petani. Ada juga beras-beras
yang sudah disimpan lama. Agar beras-beras itu layak dikonsumsi, maka dilakukan
proses ulang.
Proses ulang dilakukan dengan tiga metode. Yakni blower menggunaan seed cleaner. Motode ini membersihkan kembali beras-beras yang
berdebu akibat penyimpanan lama. Metode lainnya adalah di glosor atau di heler
ulang. Beras-beras yang ada di gudang Bulog diheler ulang untuk membersihkannya
kembali sebelum didistribusikan. Metode terakhir adalah pencampuran, beras stok
lama dicampur dengan beras stok baru. Kompisisinya 50 Kg beras lama dan 100 Kg
beras baru. Atau 60 Kg beras lama dan 40 Kg beras baru, tergantung kondisi
terakhir kualitas berasnya.
Bagi
masyarakat, tidak terlalu penting mengetahui proses-proses tersebut. Yang
paling penting adalah, bagaimana Bulog dapat menjamin beras yang diterima
masyarakat dalam kondisi baik dan layak konsumsi. Untuk itu, perlu ketegasan pemerintah
dalam mensikapi persoalan beras Bulog ini. Jangan sampai, karena beras yang
tidak layak konsumsi itu, masyarakat yang menjadi korban. Artinya, kalau beras
yang diterima masyarakat tidak layak konsumsi, dikhawatirkan akan berdampak
pada kesehatan masyarakat. (*)
Comments