Rapim dengan APH
Ketua
DPRD Dorong Lahirnya Perwal Krama Adat Sasak
Mataram
(Suara NTB) -
Ketua
DPRD Kota Mataram, H. Didi Sumardi, SH., menginisiasi rapim (rapat pimpinan)
dengan APH (aparat penegak hukum) yakni Polres Mataram, Kejari Mataram, PN
(Pengadilan Negeri) Mataram, Kodim 1606/Lobar dan Ketua Bale Mediasi NTB. Dewan
ingin menggali saran, kritik dan masukan dari para pihak yang memiliki hubungan
langsung dengan Perda Kota Mataram Nomor 3 tahun 2015 tentang Krama Adat Sasak,
dalam hal ini APH terkait perda. Saran dan masukan dari para APH akan menjadi
pokir (pokok pokok pikiran) bagaimana Dewan mendorong eksekutif agar segera
menyusun perwal Krama Adat Sasak.
Baik
Polres, Kejaksaan, PN Mataram maupun Kodim 1606/Lobar mendukung pemberlakuan
Perda Krama Adat Sasak tersebut.
"Ini
upaya kami untuk bagaimana agar Perda itu efektif berjalan. Ini juga terkait
dengan satu kelembagaan yang menangani sengketa atau masalah. Istilah hukumnya
adalah lembaga Mediasi penyelesaian masalah," terangnya kepada wartawan
usai rapim, Rabu (14/6). Dalam Perda tersebut, ada semacam peradilan adatnya.
Kemudian berbicara mengenai menangani masalah dan dikaitkan juga dengan
kelembagaan yang akan dibentuk, secara langsung maupun tidak langsung dengan
institusi lain.
Seperti
kepolisian, kejaksaan, pengadilan termasuk fungsi fungsi kelembagaan lain
seperti TNI. Hasil rapat konsultasi ini, kata Didi, akan dituangkan dalam
pokok-pokok pikiran berupa saran-saran kepada Walikota Mataram. Ini nantinya
akan menjadi bagian dari muatan Perwal yang mengatur tentang tata caca
penanganan kasus sengketa antar satu karma adat. Ini akan menjadi pedoman bagi
semua pihak.
Untuk
itu, politisi Golkar ini mendorong perwal itu segera dibentuk. Dalam waktu
bersamaan, untuk memperkaya khasanah dalam konteks bagaimana membangun formula
penyelesaian masalah terhadap masalah komunitas adat seperti krama gubuk dan
krama desa, pihaknya akan mengundang para pihak berkompeten. Mulai dari
akademisi, tokoh adat, tomas dan toga.
‘’Kami
akan melakukan FGD (Focus Group Discussion). Harapan kami, dengan nanti kami
menempuh mekanisme seperti itu. Melibatkan unsur-unsur terkait rumuhan yang
sesuai dengan harapan,’’ ucapnya. Didi bersyukur bahwa Lalu Mariyun dipercaya
sebagai Ketua Bale Mediasi NTB. Semangat dari lembaga ini adalah bagaimana
melakukan perdamaian masyarakat yang memiliki masalah-masalah.
Sehingga
fungsi Dewan dalam hal ini adalah memastikan Perda No. 3 tahun 2015 ini bisa
efektif berjalan dan memiliki kontribusi positif untuk bagaimana memunculkan sistem
sosial di masyarakat. Supaya tercipta kerukunan, kedamaian, kebaikan sehingga
tercipta masyarakat yang produktif. ‘’Kalau ini sudah berjalan saya kira kita
bisa jamin kehidupan masyarakat akan membaik,’’ pungkasnya.
Ditempat
yang sama, Ketua Bale Mediasi NTB, Lalu Mariyun mengungkapkan, keberadaan
eksistensi dari Bale Mediasi NTB adalah untuk memfasilitasi penyelesaian
sengketa masyarakat secara maksimal dengan win-win
solution. Hasil musyawarah mufakat penyelesaian sengketa yang menjadi perkara.
Manakala terjadi kesepakatan perdamaian secara tertulis, yang ditandatangani
oleh kedua belah pihak dan para mediator.
Unsur-unsurnya
dari pemerintah desa atau kelurahan, tokoh adat, tokoh agama dan tokoh
masyarakat. Terhadap kesepakatan yang dibawa ke pengadilan, negeri untuk
mendapat pengesahan. ‘’Pengadilan akan membuatkan putusan perdamaian yang
mengikat. ‘’jadi ndak ada upaya hukum banding, kasasi karena sudah selesai
dengan cara damai,’’ ujar mantan Ketua PT NTB ini.
Dengan
kesepakatan yang telah dibangun, Mariyun menegaskan, tidak akan ada lagi rasa
dendam dan lain sebagainya. ‘’Berjabat tangan, saling rangkul. Tercapailah
damai itu indah,’’ cetusnya. Dari sudut fungsi dari krama desa atau kelurahan mendamaikan orang, dari
sudut pandang agama, juga merupakan amal ibadah. Segi positifnya, kalau
menyelesaikan sengketa melalui nitigasi pengadilan, tentu akan membutuhkan
waktu berblan-bulan.
‘’Kalau
ini, cepat, mudah dan murah,’’ katanya. Dengan demikian, akan mengurangi
perkara yang ditangani kepolisian, kejaksaan maupun pengadilan. Jadi ke depan,
tidak semua perkara harus masuk ke pengadilan. Sepanjang bisa diselesaikan
dengan musyawarah mufakat, dan itu merupakan kepribadian Bangsa Indonesia.
Sebagai
bahan perbandingan, sebut Mariyun, di Jepang, sekitar 60 persen permasalahan
diselesaikan di luar pengadilan. Ini sekaligus membantu aparat penegak hukum
dan juga pemerintah daerah. ‘’Tidak ada lagi konflik,’’ imbuhnya. Untuk NTB,
jumlah desa dan kelurahan mencapai 1.137. Mahkamah Agung melalui peraturan MA
No. 1 tahun 2016 pasal 33 yang menjadi payung hukum, memberikan kewenangan
kepada lembaga mediasi untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan. (fit/*)
Comments