Cegah Aksi Borong Elpiji 3 Kg

MUSIM omprongan tembakau tahun ini, nampaknya mesti diwaspadai. Sebab, setiap kali tibanya musim pengomprongan tembakau, petani tembakau kerap dibuat pusing memikirkan bahan bakar apa yang harus digunakan. Umumnya, para petani omprongan tembakau ingin menggunakan bahan bakar yang murah dan mudah didapatkan. Keinginan ini, tidak lain untuk menekan biaya produksi seminimal mungkin, namun hasilnya tetap maksimal.

Fenomena petani omprongan tembakau dalam menjalankan aktivitas pengomprongan, ibarat pepatah tidak ada akar rotan pun jadi. Ogah menggunakan bahan bakar batubara sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar minyak tanah (BBMT), petani tembakau di Lombok mulai memburu elpiji 3 Kg. Batubara dianggap gagal lantaran kualitas bahan bakar ini yang menyebabkan hasil pengeringan yang kualitasnya kurang bagus.  Bukan kali ini saja petani tembakau pusing memikirkan bahan bakar yang akan mereka gunakan.

Tahun-tahun sebelumnya pun, petani tembakau sempat memanfaatkan kayu bakar sebagai pengganti BBMT. Petani pengomprong tembakau menganggap, belum ada bahan bakar yang lebih irit daripada BBMT. Sehingga, petani pengomprongpun potong kompas dengan menggunakan kayu bakar. Tingginya kebutuhan akan kayu bakar untuk keperluan omprongan tembakau, bukan tanpa risiko. Maraknya pembalakan liar yang terjadi di sejumlah hutan di kawasan Pulau Lombok disebut-sebut berkaitan dengan musim omprongan tembakau.

Seolah tidak mau ambil pusing, petani omprongan mulai melirik elpiji 3 Kg untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar untuk omprongan tembakau. Ulah para petani omprongan ini, tentu saja berpotensi menimbulkan masalah baru. Sebab, satu petani omprongan membutuhkan sedikitnya enam tabung elpiji untuk keperluan pengomprongan tembakau. Seperti halnya kayu bakar, tingginya kebutuhan tabung elpiji, dikhawatirkan bakal menimbulkan gejolak pasar.

Harus diakui, bahan bakar merupakan kebutuhan masyarakat yang sangat peka dengan reaksi pasar. Pada kondisi biasa saja, katakan, stok terlambat tiba di agen-agen langsung berbuntut. Tidak saja elpiji menjadi langka, tetapi disertaijuga dengan meroketnya harga elpiji 3 Kg. apalagi, kalau petani omprongan benar-benar memburu bahan bakar subsidi untuk rumah tangga tersebut, jelas akan mempengaruhi pasar. Apalagi sejumlah petani omprongan yakin, penggunaan elpiji 3 Kg, meski dilarang namun tidak akan diawasi secara detail, oleh pihak kepolisian sekalipun.

Untuk itu, harus ada solusi bagi para petani omprongan di NTB. Solusi ini, hendaknya tidak merugikan para pihak, baik petani omprongan maupun kalangan di luar petani omprongan. Pihak-pihak terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan harus segera melakukan langkah antisipasi untuk mencegah terjadinya aksi borong elpiji 3 Kg oleh petani omprongan. Para pihak terkait harus segera melakukan koordinasi supaya apa yang menjadi hak rumah tangga miskin, yakni elpiji 3 Kg tidak dirampas oleh pihak yang tidak berhak, seperti petani omprongan. (*)

Komentar