HAJAT
Dewan Pendidikan Kota Mataram (DPKM) melakukan studi banding ke luar negeri
mulai menuai kritik bahkan kecaman dari berbagai kalangan. Pasalnya, tidak
tanggung-tanggung dari daftar rencana studi banding tersebut, tercantum tidak
kurang dari 30 nama yang bakal berangkat. Terdiri dari DPKM sendiri, Sekda dan
juga perwakilan dari DPRD Kota Mataram.
Wajarlah
kalau kemudian kalangan DPRD Kota Mataram menyebut kunker itu sebagai kegiatan
kunker berjamaah. Kalangan Komisi II DPRD Kota Mataram sudah berbicara tegas
bahkan menentang ‘’rencana gila’’ DPKM. Memang, siapapun berhak melakukan studi
banding. Tidak terkecuali DPKM. Hanya saja, yang menjadi persoalan, karena
studi banding itu rencananya ke Batam, Singapura dan Malaysia.
Kalau
sampai ke-30 nama yang tercantum dalam daftar rencana kunker DPKM berangkat
semua, bayangkan berapa anggaran yang bakal tersedot untuk membiayai kegiatan
kunker itu. Konon, kunker itu akan dianggarkan dalam perubahan APBD Kota
Mataram tahun anggaran 2013. Baik eksekutif sebagai pihak pemberi hibah maupun
DPKM sebelum merencanakan suatu kegiatan, terlebih yang bernuansa
‘’jalan-jalan’’ perlu dipikirkan secara matang, dampak positif dan negatifnya.
Dampak
positif mungkin hanya akan dirasakan oleh rombongan yang akan berangkat. Tetapi
dampak negatifnya jauh lebih banyak dan dirasakan oleh masyarakat Kota Mataram.
Karena bagaimanapun juga, kalau menggunakan dana hibah dari Pemkot Mataram,
jelas itu adalah uang rakyat. Seharusnya, DPKM lebih sensitif terhadap rakyat
kecil yang tidak sepenuhnya bisa merasakan manfaat APBD Kota Mataram.
Sekarang
tiba-tiba, DPKM tanpa rasa bersalah ingin menggunakan APBD untuk kepentingan
kunker. Sebetulnya harus dikaji terlebih dahulu urgensi melakukan kunker ke
luar negeri. Apa betul, program pendidikan di Singapura dan Malaysia sama
dengan program pendidikan yang ada di Kota Mataram. Jangan sampai, kunker DPKM
keluar negeri tersirat niat untuk jalan-jalan atau sekadar berpose di depan
patung kepala singa di Singapura.
Kalau
itu yang terjadi, betapa ruginya Pemkot Mataram mendanai keberangkatan 30 orang
tersebut. Selama ini, fenomena kunker, baik di dalam daerah terlebih ke luar
negeri, tidak ada yang bisa diterapkan di daerah. Lantas, mengapa memaksakan
diri untuk berangkat kunker hanya karena alasan telah 10 tahun mengabdi di
DPKM. Lagipula, persoalan pendidikan yang sesungguhnya ada di dalam daerah,
bukan di luar daerah bahkan di luar negeri.
Kalaupun
ingin mencari pembanding, cukup satu dua orang saja yang berangkat. Selain
lebih efektif juga menghemat anggaran. Karenanya, sebelum dianggarkan, ada
baiknya kalau rencana kunker DPKM secara berjamaah ke luar negeri dibatalkan. (*)
Komentar