Disiplin Belum Jadi Kebutuhan

DISIPLIN nampaknya makin menjadi barang langka di kalangan PNS (Pegawai Negeri Sipil). Terjaringnya tujuh PNS lingkup Pemkot Mataram yang kedapatan tengah bolos kerja oleh aparat Satpol PP Provinsi NTB menggambarkan bahwa disiplin itu belum menjadi kebutuhan. Padahal, dalam banyak kesempatan kepala daerah sering memberi nasihat kepada para pegawai untuk meningkatkan kedisiplinan.

Ironisnya, sesering apapun wejangan soal kedisiplinan diberikan oleh atasannya, sesering itupula praktik-praktik ketidakdisiplinan dipertontonkan oleh kalangan PNS. Mulai datang terlambat, pulang sebelum waktunya, bahkan yang paling parah, bolos pada jam kerja. Berita-berita PNS terjaring razia di pusat-pusat perbelanjaan misalnya, bukan rahasia lagi.

PNS dari kalangan ibu-ibu tidak saja sering tertangkap basah sedang berada di pasar tradisional tapi juga di mall. Memang, dalam kapasitas sebagai ibu rumah tangga, mereka juga memiliki tanggung jawab menyiapkan pangan untuk keluarga mereka. Tetapi, menjadi abdi negara seperti PNS adalah sebuah pilihan dengan risiko-risiko yang mengirinya. Karenanya, tidak bisa kemudian atas nama menyiapkan keperluan keluarganya, lantas melabrak aturan-aturan yang ada, seperti keluyuran pada sat jam kerja.

PNS seperti halnya profesi lain, digaji untuk bekerja secara profesional. PNS digaji oleh negara untuk melayani masyarakat secara maksimal. Coba bayangkan, bagaimana bisa memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat, sementara untuk bisa disiplin saja susah bukan main. Seharusnya mereka para PNS malu kepada masyarakat ketika tidak bisa disiplin.

Sayangnya, sanksi-sanksi yang diberikan kepada PNS yang tidak disiplin cenderung lembek, tidak edukatif dan parahnya, tidak memberi efek jera. Di Kota Mataram misalnya, mewujudkan kedisiplinan baru sebatas lips service. Wakil Walikota Mataram memang geram mendengar ada PNS lingkup Pemkot Mataram terjaring razia karena kedapatan tengah keluyuran saat jam kerja.

Tetapi apa tindak lanjutnya? sanksi yang dijanjikan orang nomor dua di Kota Mataram ini ternyata hanya sanksi teguran secara lisan, berikutnya sanksi teguran tertulis. Banyak kalangan melihat, sanksi yang tidak tegas seperti ini memicu berulangnya ketidakdisiplinan yang ditunjukkan para PNS. Perlu dipikirkan sanksi yang lebih bisa memberikan efek jera. Maksudnya tentu saja supaya kedisiplinan PNS terus membaik.

Pasalnya di Kota Mataram sendiri masih banyak PNS yang pola kerjanya menggunakan ‘’jurus tujuh kosong dua’’. Datang jam tujuh pagi hanya untuk membubuhkan bukti kehadiran, lalu keluyuran entah kemana, jam dua datang lagi untuk absen pulang. Selain itu, banyak PNS yang tidak disiplin dalam bekerja. Bahkan lebih sering terlihat ngerumpi atau nonton TV. Ketidakdisiplinan macam ini harus dicarikan solusinya. Jangan sampai terkesan ada pembiaran sehingga menjadi preseden buruk dalam penegakan disiplin di Kota Mataram. (*)

Komentar