Mataram
(Suara NTB) –
Pembahasan
raperda Kota Mataram tentang TSP (Tanggujawab Sosial Perusahaan) baru dimulai,
Senin (4/11). Tetapi, belum apa-apa, raperda hak inisiatif yang diusulkan oleh
fraksi PDI Perjuangan ini, sudah mulai dipersoalkan.
Anggota
Pansus raperda Kota Mataram tentang TSP, H. AB. Taufikurrahman mengaku khawatir
akan muncul kesan kalau perusahaan-perusahaan bakal menjadi sapi perahan
lantaran diharuskan menyetorkan sejumlah CSR (corporate social
responsibility) perusahaan miliknya. Apalagi, sambung
Taufik, PP No. 47 tahun 2011 tentang tanggung jawab sosial tidak secara
gamblang menjelaskan maksud dari aturan tersebut.
‘’Saya
bingung dengan PP ini, hanya dua lembar, sangat singkat dan tidak ada
terjemahannya,’’ demikian Taufikurrahman. Padahal, turunan dari PP No. 47 tahun
2011 inilah yang dibuat raperdanya. Ia mencontohkan, bahwa PP tersebut mengatur
tanggung jawab sosial dan lingkungan PT (Perseroan Terbatas). Di Mataram,
katanya, memang banyak badan usaha berbentuk PT. Lantas, lanjutnya, PT yang
seperti apa yang boleh dipungut TSP-nya.
‘’Jangan
kesannya mengikat perusahaan, sehingga mereka takut berinvestasi di Kota
Mataram,’’ imbuhnya. Sementara itu, Ketua Pansus Raperda Kota Mataram tentang
TSP, I Gusti Made Winantara kepada Suara
NTB, mengatakan, supaya tidak salah menafsirkan maksud raperda hak
inisiatif itu, Pansus TSP akan melakukan studi banding ke Kementerian BUMN dan
Pemkot Tangerang.
Pemkot
Tangerang dianggap berhasil menerapkan perda TSP. ‘’Disana, antara Pemkotnya
dengan perusahaan yang ada hidup rukun berdampingan,’’ ujarnya. (fit)
Komentar