Sahram |
‘’Bahwa
pinjaman daerah ke PIP itu belum pernah mendapatkan persetujuan Dewan. Kalau
kita bicara persetujuan Dewan, itu bicara mekanisme paripurna,’’ terangnya
kepada Suara NTB di kantornya Sabtu
(7/12). Apalagi, sejauh ini, dari pihak eksekutif tidak pernah ada upaya-upaya
untuk mendapatkan persetujuan Dewan. Ia tidak mempermasalahkan eksekutif mau
melangkah sejauh apa.
Tetapi,
lanjut politisi PAN ini yang perlu diingat syarat pinjaman daerah yang paling
mendasar adalah persetujuan Dewan. Sementara itu mengenai Perda, lanjut Sahram,
PIP memang mensyaratkan perda tersebut bisa disusun belakangan. ‘’Di PIP tidak
diatur kapan perda diajukan. Perda itu sifatnya hanya menjamin ketika jangka
waktu pinjaman itu melebihi masa jabatan kepala daerah,’’ imbuhnya.
Dalam
hal ini, Sahram berharap eksekutif membangun mekanisme komunikasi yang baik
dengan Dewan. Terlebih kalau sudah ada lampu hijau dari PIP, maka eksekutif
harus segera mendapatkan persetujuan Dewan yang tentunya melalui mekanisme
paripurna. ‘’Seperti ketika kami (Dewan, red) memberi persetujuan ketika
dilakukan investasi oleh PT. Mas Murni Sejahtera di Loang Baloq,’’ jelasnya.
Sahram
mengaku, selama ini, pihaknya di Komisi III hanya mengetahui progres Pemkot Mataram
dalam hal pinjaman itu, dari media massa. Ia kembali menegaskan bahwa
komunikasi kelembagaan antara eksekutif dan legislatif belum ada sama sekali. Bahkan,
apa yang menjadi hasil ekspose Walikota Mataram di PIP, Komisi III juga tidak
mengetahuinya.
Seharusnya,
sambung Sahram, hal-hal yang demikian itu perlu dikomunikasikan dengan Dewan. ‘’Toh
yang membuntuti semua itu nantinya adalah persetujuan Dewan,’’ tandasnya. Kalau
sampai pinjaman itu disetujui PIP, pihaknya, kata Sahram bisa menggugat. Pasalnya,
Dewan belum pernah memberikan persetujuan. Jika mengacu pada aturan, PIP tidak
mungkin mencairkan pinjaman itu. ‘’Yang diperlukan disini bukan persetujuan
pimpinan tapi persetujuan Dewan,’’ tegasnya. (fit)
Komentar