POTENSI
pajak restoran dan rumah makan di Kota Mataram, nampaknya belum aman. Bahkan
potensi pajak ini terancam menguap jika tidak ada tindakan nyata dari Pemkot
Mataram. Perkembangan Kota Mataram yang cukup pesat seperti menjadi magnet bagi
tumbuhnya usaha restoran, rumah makan, kedai, warung bahkan PKL. Dalam
pemikiran kita, banyaknya restoran dan rumah makan tentu menjadi target
pemungutan pajak oleh Pemkot Mataram melalui Dispenda (Dinas Pendapatan Daerah)
Kota Mataram.
Secara
umum, Dispenda Kota Mataram memang telah melaksanakan tugasnya memungut pajak
restoran dan rumah makan. Namun diduga, belum semua rumah makan dan restoran dipungut
pajaknya. Begitu pula dengan kafe tenda. Banyak kafe tenda di Kota Mataram
diduga tidak tersentuh pajak. Ada kesan pengusaha kafe tenda menghindari pajak.
Modusnyapun
diduga bervariasi. Mulai dari sengaja tidak menggunakan bangunan permanen, juga
mengesankan diri sebagai PKL sehingga tidak ada celah bagi Dispenda untuk
memungut pajak. Padahal, pajak itu dipungut dari konsumen yang menikmati
makanan dan minuman di restoran atau rumah makan bersangkutan. Harus diakui
bahwa kesadaran pengusaha membayar pajak di Mataram masih rendah.
Parahnya
lagi, ada restoran maupun rumah makan yang telah memungut pajak dari konsumen
tetapi tidak disetorkan ke kas daerah. Seharusnya seperti disampaikan beberapa
anggota Dewan, bahwa harus ada kriteria yang jelas mengenai restoran, rumah
makan, kafe, kedai maupun PKL. Jangan sampai yang seharusnya masuk dalam
katagori restoran justru memposisikan diri sebagai PKL demi untuk menghindari
pajak.
Sementara
penjelasan Kepala Dispenda Kota Mataram, HM. Syakirin Hukmi bahwa tidak ada
kriteria khusus mengenai restoran, rumah makan, kedai dan PKL, sangat
disayangkan. Nihilnya kriteria inilah diduga dapat menjadi celah bagi pengusaha
nakal untuk lari dari tanggung jawabnya. Perda Kota Mataram tentang pajak
restoran nampaknya harus terus disosialisasikan ke semua pengusaha restoran dan
lainnya.
Jangan
sampai para pengusaha restoran enggan memungut pajak dari konsumen lantaran
tidak mengetahui Perda Kota Mataram tentang pajak restoran tersebut. Sosialisasi
perda Kota Mataram tentang pajak restoran ini harus disampaikan dengan
bahasa-bahasa yang mudah dimengerti oleh pengusaha. Sebab, bukan tidak mungkin
keengganan pengusaha restoran menyetorkan pajak yang telah dipungutnya dari
konsumen ke kas daerah karena salah persepsi atau menganggap itu sebagai
haknya.
Untuk
itu, guna menyelamatkan potensi pajak restoran yang ada di Kota Mataram,
Dispenda harus segera membuat klasifikasi usaha makanan dan minuman yang kena
pajak. kalau mengacu pada Perda Kota Mataram tentang pajak restoran, seharusnya
semua usaha yang menyediakan makanan dan minuman di Kota Mataram harus
dikenakan pajak, namun nyatanya di banyak kafe tenda di Mataram, konsumennya
tidak dikenakan pajak. Kalau hal ini dibiarkan terus berlangsung, potensi pajak
restoran akan terus menguap. Yang jelas harus ada upaya penyelamatan pajak
daerah. (*)
Komentar