BPIH Bisa Ditalangi, Transportasi JCH akan Disubsidi
Mataram (Suara
NTB) –
Rapat koordinasi dan konsultasi antara pimpinan Dewan bersama
pimpinan fraksi-fraksi Dewan dengan eksekutif, Kantor Kemenag Kota
Mataram dan pihak bank-bank penerima
setoran haji dan IPHI (Ikatan Persaudaraan Haji),
Kamis (14/8) sore
menghasilkan beberapa kesepakatan dan kesepahaman terkait penyelenggaraan
ibadah haji yang baik.
Ketua Sementara DPRD Kota Mataram, H. Didi Sumardi (HDS) kepada Suara NTB Jumat (15/8) menjelaskan, rapat
koordinasi tersebut menyusul sejumlah JCH (Jemaah Calon Haji) yang menyampaikan keluhannya ke DPRD Kota Mataram terkait
penyelenggaraan ibadah haji. Diantara keluhan yang disapaikan JCH adalah soal
seragam yang belum diterima JCH berikut hal-hal yang berkaitan dengan kesiapan
penyelenggaraan ibadah haji.
Dalam hal ini, pihak-pihak terkait penyelenggaraan
ibadah haji harus berpikir bagaimana memudahkan pelayanan. Mengingat kondisi JCH
beragam. ‘’Ada yang tua renta, ada yang perempuan. Ada yang tidak bisa
menggunakan fasilitas komunikasi seperti HP. Sehingga perlu suatu pola-pola
koordinasi dan komunikasi antara Kemenang
dan perbankan supaya memudahkan JCH,’’ demikian HDS.
Tetapi, masalahnya, ada juga JCH yang belum melunasi BPIH.
Untuk itu dibutuhkan langkah-langkah evaluasi mengapa itu terjadi. ‘’Apakah faktor
miskomunikasi yang terlambat mereka ketahui atau karena kondisi tertentu,’’
ujarnya. Manakala masalahnya berkaitan dengan pola koordinasi dan komunikasi
maka perlu diperbarui koordinasi dan komunikasi dengan JCH. Kalau memang ada
kondisi tertentu, juga harus dipikirkan bagaimana penanganan ke depan.
Seperti tidak mampunya JCH untuk melunasi BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji), mengingat tidak mudah mendapatkan kursi dan kesempatan untuk berhaji. ‘’Ini sangat
berharga bagi mereka,’’ cetusnya. Hal tersebut juga menjadi salah satu bahasan,
bagaimana IPHI bisa menalangi kekurangan setoran dari JCH yang posisinya benar-benar
tidak bisa melunasi BPIH.
Kebijakan menalangi setoran haji oleh IPHI tentu
dibarengi dengan surat perjanjian dengan JCH bersangkutan. IPHI, sudah
mengembangkan usaha BMT (baitul mal walta’mir). ‘’Kalau ini berkembang
bagus dan bisa efektif dan produktif mengelola potensi dari seluruh JCH, sangat
mungkin IPHI bisa menalangi kekurangan setoran JCH. Ke depan bisa saja IPHI bekerjasama
dengan JCH untuk menalangi dalam jumlah tertentu. ‘’Apakah separuhnya atau
seluruhnya,’’ terang HDS. Selain itu IPHI juga bisa melayani masyarakat atau
anggota yang ingin berumrah.
HDS juga bersyukur karena pihak perbankan merespon
pertemuan tersebut. ‘’Begitu kita undang mereka langsung hadir,’’ katanya. Sehingga
beberapa hal yang menjadi keluhan JCH seperti soal seragam haji, bisa langsung
dilayani. ‘’Padahal aturannya kan,
begitu yang bersangkutan melunasi setoran haji, saat itu juga diberikan,’’
tutur HDS. Saat ini masih cukup banyak yang belum bisa tertangani. Ia berharap
semua bisa tertangani dengan baik. ‘’Jangan lagi yang bersangkutan yang harus
datang, itu tanggungjawab perbankan,’’ tegas HDS.
Selain pihak perbankan, jajaran Kemenag Kota Mataram menyatakan kesiapannya untuk
mencari JCH. HDS memperkirakan dalam satu dua hari persoalan seragam haji sudah
terselesaikan. HDS juga berharap semua pihak terkait mampu meminimalisir
persoalan yang kerap dihadapi JCH saat berada di Mekkah. ‘’Yang sering ada
masalah itu di Mekkah,’’ cetusnya.
Masalah itu mulai dari pemondokan hingga transportasi.
Apalagi para JCH sebagian besar waktunya sebagian besar di Mekkah. Jarak antara
Masjidil Haram dengan pemondokan terlalu jauh. Sehingga transportasi JCH harus
dipikirkan. JCH berharap diberi kemudahan selama berada di Mekkah. JCH berharap
pemerintah memberikan subsidi untuk transportasi dari pemondokan ke Masjidil
Haram. ‘’Kalau tidak bisa tahun ini, mungkin bisa dimulai tahun depan,’’
pintanya.
Subsidi transportasi ini akan menjadi layanan yang
disediakan oleh Pemda. ‘’Kalau menggunakan transportasi
umum, biayanya bisa bervariasi. ’’Kadang-kadang
mahal, kadang juga murah,’’ sebutnya. Selain
soal haji, rakor dan konsultasi itu juga sempat menyinggung soal PP No. 48 yang
dinilai tidak membawa efek kepada pelayanan, khususnya di KUA (Kantor Urusan Agama). Ada beberapa catatan dari Kemenag yang perlu mendapat perhatian bersama. (fit/*)
Komentar