Mengadu ke Dewan



Warga Keluhkan Pelayanan di Kantor Lurah Cakra Utara


Mataram (Suara NTB) –
Pelayanan di Kantor Lurah Cakra Utara menuai keluhan dari masyarakat setempat. Tidak tanggung-tanggung kekecewaan masyarakat itu diadukan langsung kepada Komisi I DPRD Kota Mataram. Ketua Komisi I DPRD Kota Mataram, I Gde Sudiarta kepada Suara NTB, mengatakan, Lurah Cakra Utara tidak memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat.

‘’Karena tidak berisi ketikan nama lurah, warga itu tidak diberikan tandatangan,’’ ujar Sudiarta. Ia meminta Walikota Mataram menyikapi keluhan masyarakat ini dengan tegas. Karena bagaimanapun juga, pelayanan kepada masyarakat harus menjadi prioritas. Sementara di Kelurahan Cakra Utara, katanya, sedang terjadi peta konflik dengan masyarakat.

‘’Pak Wali (Walikota, red) sering bilang pelayanan nomor satu tapi kenyataan tidak begitu di lapangan,’’ imbuh politisi Gerindra ini. Apalagi keluhan ini sudah dirasakan masyarakat selama bertahun-tahun. Sebetulnya laporan yang sama juga telah disampaikan warga kepada Camat, namun tidak digubris. ‘’Jadi sekarang kita (Komisi I, red) minta sikap tegas pak Wali, bila perlu dinonaktifkan,’’ pintanya.

Dikonfirmasi terpisah, Lurah Cakra Utara, Ida Bagus Nyoman Harta membantah telah mempersulit pengurusan administrasi masyarakatnya. Pasalnya, selama ini pelayanan berjalan normal seperti biasanya. Akan tetapi, ia memperkirakan ada oknum masyarakat yang memiliki kepentingan sehingga memperkeruh persoalan di masyarakat. “Sama sekali masyarakat tidak pernah ada yang mengeluh,” bantahnya ketika dikonfirmasi, Jumat (26/12).

Ia mengakui, sempat menolak menandatangani surat nikah salah seorang warga. Alasannya tidak mau menandatangani berkas tersebut, karena oknum masyarakat tersebut tidak menjalani prosedur administrasi dan peraturan. Selain itu, pernikahan tidak direstui bahkan orangtua perempuan mengancam akan membawa persoalan tersebut ke ranah hukum, bilamana ada orang yang menyetujui pernikahan tersebut.

Persoalan lain diakuinya, ada salah satu kepala lingkungan sudah habis masa baktinya namun menolak untuk dilakukan Pilkaling. Padahal, peraturan daerah (Perda) nomor 3 tahun 2012 sudah jelas mengatur masa waktu dan pemilihan kepala lingkungan. Selain itu, masyarakat mendesak agar dilakukan segera proses pilkaling ketika dilakukan rapat.

Hal – hal ini diprediksi menjadi persoalan awal kemudian untuk kepentingan pribadi oknum tertentu. Sebenarnya masyarakat tidak ada persoalan sama sekali persoalan pelayanan di kelurahan. “Kepala lingkungan berhenti karena meninggal dunia, mengundurkan diri dan masa baktinya berakhir. Kaling ini sudah dua tahun jabatannya berakhir. Dia mau jadi kaling seumur hidup. Ini yang di laporkan ke masyarakat kalau saya yang berhentikan dia,” pungkasnya. (fit/cem)

Komentar