KRITIK
Kabid Trantibum Satpol PP Kota Mataram, Bayu Pancapati di media sosial facebook, mencoreng citra Pemkot
Mataram. Betapa tidak, kritik pedas yang dialamatkan kepada Pemkot Mataram
bukan dari pihak di luar Pemkot Mataram, justru dari internal Pemkot Mataram. kalau
ada salah satu pegawai yang berani mengumbar kritikannya di media sosial
sehingga dibaca orang se jagat maya, tentu ada hal yang belum beres di internal
Pemkot Mataram.
Padahal,
Pemkot Mataram bersama DPRD Kota Mataram baru saja merampungkan pembahasan RAPBD
Kota Mataram 2015. Rampungnya pembahasan anggaran untuk mendanai berbagai
program yang diusung SKPD tahun depan, ternyata menyisakan persoalan yang boleh
jadi bukan persoalan sederhana. Apalagi diumbar di sosial media.
Satpol
PP satu dari 10 badan yang ada di lingkup Pemkot Mataram. Satpol PP setara
dengan dinas mengingat kepala badan Satpol PP Kota Mataram berasal dari eselon
II. Status Badan pada Satpol PP Kota Mataram ditingkatkan setahun terakhir. Dengan
keputusan menaikkan status Satpol PP dari kantor menjadi badan tentu membawa
implikasi. Tidak saja terhadap tanggung jawab yang diemban Satpol PP tapi juga
anggaran untuk menunjang peningkatan kinerja.
Tetapi
apa yang dialami Satpol PP Kota Mataram cukup ironis. Peningkatan Satpol PP
Kota Mataram dari tipe B menjadi tipe A konon tidak barengi dengan fasilitas
penunjang. Seperti kendaraan operasional berupa kendaraan roda empat dengan bak
terbuka untuk melakukan patroli rutin. Sebetulnya pembahasan RAPBD pada setiap
tahun masa anggaran, menjadi pintu masuk bagi masing-masing SKPD untuk
mendapatkan ‘’kue’’ anggaran.
Tapi
konon, pembagian ‘’kue’’ anggaran menjadi tradisi tebang pilih. Hanya SKPD yang
punya proyek yang bakal kecipratan anggaran besar. Sementara bagi SKPD yang
notabene bukan penghasil PAD (Pendapatan Asli Daerah), seperti Satpol PP,
terkesan menjadi SKPD anak tiri. Meskipun bukan penghasil PAD, namun keberadaan
satpol PP di suatu daerah cukup strategis. Satpol PP diibaratkan lanmbang
daerah.
Kalau
kerja-kerja Satpol PP baik, maka daerah tersebut akan kondusif. Untuk bisa
melaksanakan tugas menegakkan Perda, fasilitas penunjang harus tersedia. Wajar,
kalau Satpol PP mengusulkan untuk pengadaan kendaraan operasional. Sebab, dalam
kondisi apapu, Satpol PP merupakan garda terdepan. Hampir semua kegiatan yang
dilakukan pemerintah membutuhkan kehadiran Satpol PP.
Seperti
penertiban PKL maupun razia PNS bolos kerja. Tetapi kalau anggarannya dibabat
habis oleh TPAD, tentu tidak ada harapan lagi Satpol PP untuk menambah
kendaraan operasionalnya. Dalam membagi anggaran, TAPD mestinya melihat kondisi
secara realistis, bukan berdasarkan pertimbangan PAD semata. TAPD seharusnya
membangun komunikasi dan koordinasi yang sehat dengan semua SKPD.
TAPD
harus mampu berlaku adil kepada semua SKPD, sehingga tidak ada lagi kriyik dari
SKPS tententu lantaran tidak kebagian anggaran. (*)
Komentar