Mataram
(Suara NTB) –
Kalangan
Komisi III DPRD Kota Mataram mengkritisi perencanaan atau master plan Kota
Mataram yang masih terkesan tambal sulam. Sehingga, dimanapun masyarakat ingin
membangun, boleh-boleh saja. Demikian pula lahan pertanian yang terus tergerus
pembangunan.
Anggota
Komisi III DPRD Kota Mataram, Drs. HM. Husni Thamrin, MPd., kepada Suara NTB di DPRD Kota Mataram kemarin
mengatakan, apapun bentuk pembangunan itu harus tetap mengacu pada
undang-undang. ‘’Berapa kewajiban setiap daerah menyiapkan lahan pertanian. Ini
yang harus menjadi patokan,’’ pintanya. Memang, kalau melihat dinamika Kota
Mataram, tidak bisa disamakan dengan daerah lain.
Pergerakannya
sangat cepat, seperti munculnya pertokoan, pembangunan hotel dan lain
sebagainya. Namun demikian, pihaknya, kata politisi PPP ini tetap berharap penataan
Kota Mataram harus tetap dengan planing yang matang. ‘’Harus punya perencanaan
yang matang,’’ cetusnya. Dalam hal ini, Dinas Tata Kota dan Pengawasan bangunan
selaku SKPD teknis harus mempunyai perencanaan yang tidak tambal sulam.
‘’Di
sini boleh bangun ini dan sebagainya,’’ cetusnya. Dinas Takowasbang Kota
Mataram harus punya master plan untuk 10 bahkan 20 tahun mendatang. Misalnya
dimana hotel dan pertokoan diperbolehkan dibangun. ‘’Dimana pusat pendidikan
ditempatkan, itu harus ada, sehingga kesannya tidak tambal sulam,’’ kata Husni
Thamrin.
Sejauh
ini, kata Husni Thamrin, pihaknya menangkap kesan perencanaan Kota Mataram masih
tambal sulam. Ia menekankan pentingnya master plan untuk 10 – 20 tahun yang
akan datang sehingga Mataram tidak terkesan semrawut. Sementara itu, terkait
lahan pertanian, tidak bisa dihindari untuk tidak memanfaatkan lahan pertanian
menjadi kantor maupun pertokoan. Namun hal itu harus tetap memperhatikan
aturan.
Husni
justru meminta Pemkot memetakan ketersediaan ruang terbuka hijau 30 persen.
‘’Ini dulu yang disiapkan. Jangan sampai tidak disiapkan. Kalau sudah, ya
sisanya silahkan,’’ imbuhnya. Ia meminta Pemkot tidak membiarkan adanya
pembangunan fisik sepanjang ketersediaan RTH 30 persen belum terpenuhi. Bahkan
untuk mencapai RTH 30 persen, kuburanpun didata.
‘’Ndak
apa-apa, tapi jangan hanya didata tapi juga ditata, sehingga orang mau masuk
kuburan nyaman,’’ tandasnya. Sebelumnya, Kepala Dinas Takowasbang Kota Mataram,
Drs. HL. Junaedi mengganggap lahan pertanian sudah bukan menjadi prioritas mata
pencaharian masyarakat. Selain itu, lahan pertanian kebanyakan bukan milik masyarakat,
melainkan milik investor. (fit)
Komentar