Protes Perda Miras



Pengusaha Dinilai Tak Punya Hati Nurani


Mataram (Suara NTB) –
Kalangan DPRD Kota Mataram gerah dengan sikap pengusaha yang memprotes keberadaan Perda Kota Mataram No. 2 tahun 2015 tentang pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol yang menganggap aturan itu belum jelas batasannya.

Mantan Ketua Pansus pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol DPRD Kota Mataram, Drs. HM. Husni Thamrin, MPd., yang dikonfirmasi Suara NTB di kantornya, Kamis (26/3) mengatakan, mestinya para pengusaha lebih menggunakan hati nuraninya. Karena keberadaan miras lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya.

‘’Kalau bicara dari hati nurani, minuman beralkohol ini lebih banyak merusak generasi muda,’’ cetusnya. Menurut Husni Thamrin, kalau pengusaha punya hati nurani, tentu akan taat kepada Perda. Kecuali kalau pengusaha bersangkutan berorientasi pada kapitalisme. Politisi PPP ini meminta pengusaha jangan hanya berpikir profit oriented tetapi harus dipikirkan pula mudaratnya dan dampak-dampak negatifnya.

Justru pengusaha juga harus berpikir dari sisi sosial kemasyarakatan. Karena semua sumber penyimpangan di masyarakat, dimulai dari miras. Dalam hal ini, Mataram hanya mendapat limbah dan mudaratnya. Tidak ada retribusi sepeserpun yang masuk ke kas daerah dengan adanya miras. ‘’Kalaupun misalnya diadakan oleh pemerintah, Dewan akan menolak penarikan retribusi dari barang-barang yang tidak halal,’’ tegasnya.

Idealnya di Mataram ini tidak boleh ada miras. Tetapi karena ada aturan yang lebih tinggi, Pemkot masih memberikan ruang. Pengusaha tidak perlu takut rugi. ‘’Dia (penguusaha) lebih ahlilah, dia bisa jual di luar. Jadi jangan cari alasan. Kalau dia sudah stok banyak, dia kirim saja ke luar daerah yang boleh. Jangan di Mataram yang aturannya sudah tidak membolehkan,’’ ucapnya.

Senada dengan Husni, mantan Wakil Ketua Pansus pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol DPRD Kota Mataram, Misban Ratmaji, SE., mengatakan, tugas Pemkot Mataram memberikan sosialisasi beriku pemahaman kepada para pengusaha mengenai keberadaan Perda tersebut. Katanya, masih ada kesempatan bagi para penjual untuk menghabiskan stok yang terlanjur ada. ‘’Karena Perda ini kan pasti harus ada Perwal dulu. Itu paling lama enam bulan setelah Perda diketok,’’ katanya. (fit)

Komentar