PERSENTASE
ketersediaan RTH (Ruang Terbuka Hijau) di Kota Mataram memang belum sesuai
dengan amanat undang-undang. Undang-undang mengamanatkan setiap daerah wajib
memiliki RTH minimal 30 persen dari total luar daerah bersangkutan. Namun,
menurut anggota Pansus Parkir dan RTH DPRD Kota Mataram, Drs. HM. Zaini, RTH
menjadi persoalan dilematis bagi sebuah kota.
‘’Pertumbuhan
ekonomi cukup tinggi. Jadi, itulah yang berdampak terhadap lahan,’’ akunya. Zaini
tidak menyangkal kalau jalur hijau di Mataram kebanyakan telah berubah menjadi
bangunan. Kondisi ini jelas membutuhkan regulasi yang tepat dan cepat. Jangan
sampai persoalan RTH ini justru menjadi bumerang bagi daerah, termasuk
masyarakat.
Memang
Pemkot Mataram juga tidak bisa mengatasnamakan pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi lantas membiarkan RTH berkurang. ‘’Nah ini yang perlu diparalelkan
antara undang-undang dengan pertumbuhan ekonomi,’’ ujarnya. Kalau memungkinkan,
keduanya bisa berjalan beriringan.
Untuk
itu, kata politisi Demokrat ini, harus ada garis tegas yang diambil Pemkot
Mataram demi kepentingan bersama. ‘’Kita juga butuh udara segar. Artinya
paru-paru kota juga perlu dikukuhkan demi kesehatan masyarakat,’’ pungkasnya. Kalau
tidak ada garis tegas terhadap persoalan RTH, Zaini khawatir, jangankan untuk
menambah persentase RTH, RTH yang memang sudah ada sebelumnya bukan tidak
mungkin berangsur akan berkurang.
Dalam
hal ini, sambung Zaini dibutuhkan adanya kemauan bersama. Ini juga harus
mendapat dukungan, tidak hanya dari eksekutif tapi juga legislatif. Menurutnya,
kota-kota yang sedang bertumbuh, RTH juga menjadi pemikiran daerah itu
bagaimana menyediakan RTH 30 persen. Yang menjadi pemikiran pihaknya, maraknya
pembangunan perumahan di Mataram.
Karena
tidak dipungkiri juga bahwa kebutuhan perumahan di Mataram cukup tinggi. Apalagi
Mataram masih kekurangan sekitar 20 ribu rumah. ‘’Kalau bangun rumah kan harus
ada lahan. Ini masalahnya,’’ imbuh Zaini. Akibatnya, mau tidak mau, akan
menggusur lahan yang produktif sekalipun. Kondisi ini diperparah dengan deviasi
yang cukup tinggi.
Sehingga,
terpaksa dilakukan revisi terhadap Perda Tata Ruang yang ada. Karena memang
kondisi di Mataram, sulit untuk mengerem laju pembangunan. (fit)
Komentar