KEINGINAN
Walikota Mataram, H. Ahyar Abduh membuka kawasan-kawasan tertutup patut
didukung. Namun, keputusan untuk membuka kawasan-kawasan yang tertutup akan
dibarengi dengan dampak positif maupun negatif. Apalagi, Kota Mataram merupakan
ibukota Provinsi NTB. Dampak positif dari pembukaan kawasan-kawasan tertutup,
baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap PAD
(Pendapatan Asli Daerah).
Tinggal
sekarang bagaimana Pemkot Mataram, sebelum melaksanakan keinginan untuk membuka
kawasan-kawasan tertutup, memikirkan dampak negatif yang mungkin timbul. Berkaca
dari kondisi Kota Mataram saat ini, ketika Pemkot Mataram akan membuka
kawasan-kawasan tertutup itu, harus sudah disiapkan pula langkah pencegahan
maupun penanggulangan dampak negatif itu.
Saat
ini, meskipun belum banyak kawasan-kawasan tertutup yang dibuka oleh Pemkot Mataram,
namun pembangunan di Mataram menunjukkan geliat yang cukup membanggakan. Ini
membuat PAD Kota Mataram meningkat signifikan, dimana saat ini PAD tercatat Rp
209 juta lebih. Tidak itu saja, pertumbuhan ekonomi Kota Mataram juga terbilang
cukup tinggi, rata-rata 8 persen per tahun.
Sehingga,
kalau keinginan Walikota Mataram benar-benar terlaksana, bukan tidak mungkin,
beberapa tahun ke depan wajah Kota Mataram akan berubah layaknya kota-kota
besar di Indonesia seperti Surabaya maupun Jakarta. Di dua kota besar itu,
akibat pesatnya pembangunan, menyajikan pemandangan gedung-gedung pencakar
langit.
Namun
harus diakui, pesatnya pembangunan di dua kota besar itu parallel dengan PAD
yang diterima mereka. Dampak peningkatan PAD yang signifikan juga diharapkan
terjadi di Kota Mataram. Pembangunan mall terbesar di Kota Mataram oleh pihak
swasta merupakan pertanda kemajuan Kota Mataram dalam bidang pembangunan maupun
investasi oleh pihak ketiga.
Hal
ini sejalan dengan rencana menjadikan Mataram sebagai kota metro. Yang mana
karakteristik kota metro haruslah terbuka. Saat ini Pemkot mataram sudah
memulai pembukaan akses jalan baru di sejumlah tempat. Diantaranya, Jalan
Gajahmada Jempong yang ditembuskan menuju by
pass BIL (Bandara Internasional Lombok). Kedua, pembukaan jalan baru di
Monjok yang menghubungkan Jalan Bung Hatta dengan Jalan Jenderal Sudirman
Rembiga.
Tinggal
sekarang bagaimana Pemkot Mataram memikirkan antisipasi dampak negatif. Adapun
dampak negatif yang timbul antara lain meningkatnya deviasi RTRW (Rencana Tata
Ruang Wilayah), berkurangnya daerah resapan dan ancaman banjir. Karena dengan
dibukanya kawasan-kawasan yang selama ini tertutup, akan membuka peluang baru
di berbagai bidang.
Terutama
dalam bidang perdagangan. Hal ini memang sejalan dengan arah orientasi Kota
Mataram menjad kota jasa perdagangan. Kemunculan berbagai jenis usaha mau tidak
mau membuat pembangunan ruko terus mengiringi. Hanya saja, ini bertentangan
dengan amanah undang-undang yang mengharuskan setiap daerah minimal menyiapkan
RTH (Ruang Terbuka Hijau) sebanyak 30 persen.
Jangan
sampai keberhasilan menjadi kota metro harus dibayar mahal dengan berbagai
dampak negatif yang bakal dirasakan oleh generasi yang akan dating. (*)
Komentar