GERBONG
mutasi yang diungkapkan Penjabat Walikota Mataram, Dra. Hj. Putu Selly
Andayani, MSi., bakal bergerak dalam waktu dekat, membuat sejumlah pejabat
Lingkup Pemkot Mataram mulai gelisah bahkan ketar-ketir. Meskipun lisan mereka
mengungkapkan bahwa mutasi dalam sebuah birokrasi adalah hal yang lumrah
terjadi dan mereka siap ditempatkan dimana saja, namun hal itu kerapkali
menunjukkan hal yang berkebalikan.
Bukan
tidak mungkin banyak dari pejabat lingkup Pemkot Mataram justru takut kehilangan
jabatannya. Apalagi bagi pejabat yang saat ini sedang menikmati posisi cukup
strategis. Meskipun baru menjabat, memang tidak ada salahnya kalau Penjabat
Walikota ingin melakukan perombakan birokrasi. Tentu akan banyak pertimbangan
dalam penempatan pejabat.
Mulai
dari kecakapan pejabat bersangkutan hingga netralitas pejabat. Namun yang perlu
digarisbawahi dari rencana mutasi itu adalah bahwa rotasi pejabat harus
dilakukan dengan bijak, tanpa pretensi apapun. Jangan sampai mutasi dilakukan
dengan niatan tertentu. Misalnya ingin menyingkirkan pejabat yang mungkin
diyakini sebagai kaki tangan rezim terdahulu.
Meskipun
mungkin pejabat bersangkutan dulunya loyal pada pemerintahan terdahulu, namun
sepanjang pejabat itu mampu menunjukkan kinerja yang baik, tentu tidak ada alas
an prinsip untuk mencopot pejabat tersebut. Lain halnya kalau pejabat itu sudah
melanggar netralitas ASN atau aparatur sipil negara (dulu PNS, red), tentu
tidak berlebihan juga kalau pejabat tersebut dimutasi ke tempat yang sesuai.
Langkah
Penjabat Walikota Mataram yang meminta Sekda Kota Mataram yang juga Ketus
Baperjakat Kota Mataram untuk mengkonfirmasi sikap pejabat-pejabat yang
dicurigai ‘’bermain di dua kaki’’ harus dihargai sebagai upaya mewujudkan
birokrasi yang bersih dari hal-hal yang berbau politis. ASN memang memiliki hak
politik, namun hak itu cukup disalurkan nanti saat Pilkada.
Namun
hak politis ini kerap dimaknai kebablasan oleh ASN, sehingga baik sadar maupun
tidak melakukan praktik-praktik yang sesungguhnya lebih pantas dilakukan oleh
para politisi. Sehingga wajar kalau kemudian Penjabat Walikota Mataram memberi
pilihan kepada pejabat bersangkutan, apakah tetap menjadi ASN atau ingin
berpolitik. Apalagi, sejumlah daerah, termasuk Kota Mataram akan menghadapi
momentum Pilkada serentak 9 Desember nanti.
Rencana
mutasi sebelum Pilkada juga tidak pelak memunculkan beragam spekulasi. Tetapi
masyarakatpun perlu memahami bahwa mutasi sepenuhnya menjadi kewenangan kepala
daerah. Semua pihak berharap mutasi yang digelar nantinya, betul-betul
berkiblat kepada kepentingan daerah. Seyogiyanya, kepala daerah harus memiliki
‘’pembantu’’ yang sejalan dengan dirinya agar dapat terjalin komunikasi dan
kerjasama yang baik dalam menjalankan roda pemerintahan dan juga pembangunan di
Kota Mataram. Kita tidak bisa menyalahkan Penjabat Walikota melakukan mutasi
karena memang di Kota Mataram masih ada kesan bahwa penempatan pejabat bukan
karena keahlian, melainkan karena faktor kedekatan.
Pada
mutasi yang akan datang diharapkan pejabat yang dimutasi berlandaskan
kompetensi. Dan, para pejabat lingkup Pemkot Mataram juga harus legowo menerima
apapun hasil mutasi. (*)
Komentar