Mataram
(Suara NTB) -
Asisten
III Administrasi Umum dan Kesra Setda NTB, Drs. H. L. Syafi’i, MM dituding
memerintahkan pembatalan booking belasan
kamar Hotel Surya Lombok Mataram sebagai tempat menginap sekitar 40 kru sebuah
Production House (PH) dari Jakarta, Putar Production yang akan menggarap sebuah
film religi di Lombok.
Owner
Hotel Surya Lombok, Titi Suwarno Selasa (6/10), menceritakan kronologi kejadian
yang membuat pihaknya kecewa dengan dugaan aksi percaloan yang dilakukan oknum
pejabat lingkup Pemprov NTB. Dimana pada Minggu (4/10), datang rombongan kru
film dari Jakarta yang bakal menggarap proyek film tentang NTB. Rombongan kru
film ini membooking 14 kamar hotel untuk 14 malam. Tepatnya dari tanggal 6 – 20
Oktober 2015.
Dari
harga resmi Rp 363 ribu per kamar per malam untuk kelas superior, pihak kru
film menawar tarif hotel Rp 300 ribu per malam. Tarif itupun disetujui oleh
Hotel Surya Lombok. Sedianya rombongan kru film ini akan check in di hotel yang beralamat di Jalan Harimau nomor 26 Mataram
ini pada Senin (6/10) berikut menyelesaikan administrasi hotel. ‘’Tapi
tiba-tiba, sehari sebelum check in, tanggal 5 Oktober sore mereka
membatalkan booking hotel kami, katanya atas perintah dari asisten III Setda
Provinsi NTB,’’ sesalnya.
Pembatalan
booking hotel ini sesaat setelah kru film menghadiri pertemuan di kantor
Gubernur yang saat itu dipimpin asisten III. ‘’Kru film bilang sangat senang
dengan hotel kami tapi mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena keputusan sudah
diketok oleh asisten III,’’ ujarnya. Diduga atas perintah pejabat tersebut,
para kru film dipindahkan tempat menginapnya ke sebuah guest house yang berada di Monjok dengan tarif yang sama dengan
tarif Hotel Surya Lombok.
Kecewa
atas tindakan tersebut, Owner Hotel Surya Lombok mencoba menemui oknum pejabat
itu di kantornya. Namun oknum pejabat bersangkutan menolak bertemu pihak Hotel
Surya Lombok. ‘’Saya menghadap ingin membicarakan ini baik-baik. Mungkin bisa fifty-fifty. Tujuh hari di guest house itu dan tujuh hari di Surya
Lombok supaya saya tidak terlalu rugi,’’ tuturnya.
Pasalnya,
akibat booking yang dilakukan kru film itu, Hotel Surya Lombok terpaksa menolak
permintaan booking hotel dari sejumlah tamu. ‘’Ada yang 18 kamar saya batalkan
karena telah mengiyakan booking dari kru film itu. Sekarang mereka malah
membatalkan booking secara sepihak,’’ katanya.
Titi
menyesalkan intervensi oknum pejabat terlalu jauh terhadap tamu. ‘’Kalau semua
ada calo, kan susah,’’ keluhnya. Hal
ini dinilai membuat iklim usaha perhotelan menjadi kurang sehat. ‘’Bagaimana
dengan hotel yang tidak punya koneksi orang dalam? Sementara kami membuka usaha
dengan jaminan uang bank yang setiap bulan harus diangsur,’’ pungkasnya. Ke depan
ia berharap kejadian serupa tidak lagi menimpa hotel-hotel lainnya.
Perwakilan
Putar Production, Tafa’ul Jahidin dari Unit Manager Film membela Asisten III.
Tafa’ul menjelaskan, pihaknya bekerjasama dengan Pemprov NTB untuk membuat film
religi di Lombok. Film ini nantinya bernuansa religi dalam menyambut MTQ tingkat nasional tahun 2016. Dari kerjasama
ini, Pemprov NTB memfasilitasi akomodasi, transportasi, hotel bagi para kru.
Tafa’ul
menambahkan, untuk tempat akomodasi itu, Pemprov mencari dukungan dari sejumlah
relasi termasuk Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Karena,
banyaknya tamu yang berkunjung ke NTB saat ini, maka hotel yang bisa menampung
sekitar 40 kru agak terbatas alias fasilitas kamar hotel tak mencukupi, karena
ada hotel yang tersisa sekitar 4 kamar, 2 kamar.
Sementara
kru sudah mulai datang dari Jakarta. Sehingga, Tafa’ul mengatakan dirinya
mencari hotel yang kemungkinan bisa untuk menampung sekitar 40 kru atau sekitar
14 kamar. Akhirnya dilakukan pengecekan ke sejumlah hotel seperti Hotel Griya
Putri, Griya Asri, M Hotel dan Hotel Surya Lombok dan lainnya.
“Saya
memberikan masukan kepada Pemprov bahwa Hotel Surya Lombok memang menyediakan tempat, saya reservasi
dulu. Karena Surya agak kosong untuk 12 hari selama kita syuting dari tanggal
7-18 Oktober,”ujar Tafa’ul kepada Suara
NTB, Selasa (7/10) sore kemarin.
Ia
menceritakan, pada saat itu dirinya hanya meminta kepada resepsionis Hotel
Surya Lombok hanya untuk reservasi dulu, belum melakukan booking. Hal itu
dilakukan sambil menunggu keputusan akhir dari Pemprov NTB. Pasalnya, biaya untuk akomodasi tersebut berasal dari Pemprov
NTB.
“Cuma
saya mensugestikan saja bahwa disinilah tempatnya. Namun hanya reservasi,
namanya reservasi boleh jadi boleh tidak. Karena tidak ada DP (uang muka yang
diserahkan pada waktu itu), belum booking,” terangnya.
Tafa’ul
mengungkapkan, ketika dirinya melakukan reservasi di hadapan resepsionis,
dirinya mengatakan bahwa hanya melakukan reservasi saja. Sementara keputusan
apakah menginap di Hotel Surya Lombok atau tidak masih menunggu keputusan
Pemprov NTB.
“Jadi,
tidak ada hubungannya masalah ini dengan pak Asisten III. Beliau hanya
memberikan masukan, karena keputusan itu keputusan Pemprov. Pak Asisten juga
meminta masukan juga dari pak Wagub dan segala macam. Keputusannya bersama,
bukan dari pak Asisten III. Makanya saya bilang kepada manajamen hotelnya,
menunggu rapat nanti hari Senin. Apapaun keputusannya, baru nanti dari pihak
Pemprov akan mendealkan jadi apakah
tidak,”terangnya.
Tafa’ul
mengatakan kemungkinan besar, batalnya kru menginap di Hotel Surya Lombok
karena persoalan biaya yang agak terlalu tinggi jika dibandingkan hotel
lainnya. Ia kembali menegaskan, bahwa tidak ada perintah dari Asisten III untuk
membatalkan hal tersebut.
“Tidak
ada perintah dari pak Asisten, saya sendiri yang berinisiatif. Karena mungkin
kekecewaan manajemen Surya, mungkin mencoba untuk melobi saya lagi. Kalau
menurut mereka pembatalan sepihak. Padahal itu baru reservasi. Menunggu
keputusan rapat dari Pemprov,”tandasnya.
Tafa’ul
menambahkan dirinya sudah mengkonfirmasi kepada pihak hotel untuk memperlonggar
reservasi yang dilakukan. Artinya, pihaknya tak mempersilakan manajemen hotel
untuk membuka kran bagi tamu lainya untuk menginap. Sementara itu, Asisten III Administrasi Umum
dan Kesra Setda NTB, Drs. H. L. Syafi’i, MM yang dikonfirmasi Suara NTB melalui ponsel menegaskan
tidak ada peran Pemprov NTB untuk masuk dalam persoalan tersebut. ‘’Sebab itu
total masalah saya dan kesalahpahaman pihak hotel. Itu murni kesalahpahaman
saya dengan pihak Surya Lombok,’’ terangnya. (nas/fit)
Komentar