Belum Mampu Atasi Sampah

TAHUN 2016 mendatang, persoalan sampah harus menjadi perhatian kita semua. Sampah bisa menjadi bom waktu bila tidak ditangani dengan benar. Di Kota Mataram misalnya, sejumlah masalah timbul akibat persoalan sampah. Mulai dari bentrok antarkelurahan hingga aksi blokir jalan.

Masalah-masalah ini mengindikasikan belum beresnya penanganan sampah di Kota Mataram. Mataram yang notabene ibukota provinsi juga belum mampu mengatasi persoalan sampah. Pelayanan angkutan sampah, salah satunya kerap dikeluhkan oleh masyarakat. Volume sampah di Kota Mataram terus meningkat tiap tahun. Tahun ini volume meningkat menjadi 1.396 meter kubik per hari atau naik 46 meter kubik dari 1.350 meter kubik di tahun 2014.

Peningkatan sebesar 46 meter kubik per hari ini sama dengan lima sampai enam truk sampah yang harus diangkut ke TPA. Kota Mataram juga belum bisa memenuhi standar nasional terkait pelayanan pengangkutan sampah. Cakupan layanan persampahan yang merupakan standar nasional harus 70 persen sampah yang terangkut ke TPA. Sementara Kota Mataram baru mencapai 64,59 persen.

Atas persoalan tersebut sebetulnya sudah ada beberapa alternatif solusi yang diusulkan kalangan Komisi III DPRD Kota Mataram. Alasan klasik yang selalu diungkapkan Dinas Kebersihan Kota Mataram atas ketidakmampuan mereka menangani persoalan sampah di Mataram, adalah kurangnya armada angkutan sampah berupa truk.

Selain menyetujui anggaran penambahan truk sampah sesuai dengan kemampuan daerah, Komisi III juga menyarankan kepada Dinas Kebersihan Kota Mataram agar menganggarkan penambahan uang BBM. Uang BBM ini dimaksudkan untuk menambah frekuensi angkut sampah oleh armada truk yang ada.

Dengan penambahan armada truk sampah ini ditambah dengan uang BBM, mestinya tidak ada lagi persoalan pada pengangkutan sampah. Sayangnya, sejauh ini, masalah terkait sampah masih sangat mudah dijumpai di Kota Mataram. Seperti bermunculannya TPA (Tempat Pembuangan Akhir) liar seperti di Babakan, Kota Mataram. Kondisi ini sangat ironis mengingat di dekat TPA liar itu beroperasional RSUP NTB.

Sehingga, langkah yang diambil oleh Penjabat Walikota Mataram, Dra. Hj. Putu Selly Andayani, MSi., dengan menutup TPA liar itu, dipandang sebagai solusi yang tepat. Penutupan TPA liar itu harus disusul dengan solusi lainnya. Seperti disampaikan Lurah Babakan Abdul Rauf, jangan sampai penutupan TPA liar itu justru menimbulkan persoalan baru, karena warga di sana tidak ada tempat untuk membuang sampah.

Pembangunan depo sampah, seperti kata Penjabat Walikota, memang merupakan langkah solusitif. Tetapi, pembangunan depo itu tentu tidak bisa langsung jadi. Karenanya, sementara menunggu depo itu selesai, harus ada solusi cepat untuk mengatasi sampah yang muncul setiap hari. Misalnya warga diminta mengemas sampah mereka masing-masing kemudian diletakkan di depan rumah masing-masing. Kemudian sampah-sampah ini akan diangkat oleh petugas kebersihan. Hanya saja, petugas kebersihan harus konsisten melakukan pengakutan sehingga tidak terjadi penumpukan sampah.


Tidak itu saja, masih banyak titik-titik sampah yang harus menjadi perhatian Pemkot Mataram. Termasuk sampah-sampah yang ada di objek-objek wisata. (*)

Komentar