PERDA
Kota Mataram nomor 7 tahun 2015 terkesan mubazir. Hingga tahun 2016 ini, Perda
itu belum juga diberlakukan oleh eksekutif. Wajar saja kalau kemudian DPRD Kota
Mataram merasa kecewa terhadap hal tersebut. Selain Perda itu merupakan Perda
inisiatif Dewan, Perda itu juga dihajatkan untuk menyelamatkan PAD Kota Mataram
dari sektor perparkiran.
Capaian
retribusi parkir tepi jalan umum di Kota Mataram seolah sudah menjadi rahasia
umum. Terhitung sudah lima tahun berturut-turut target retribusi parkir tepi
jalan umum di Kota Mataram, tidak kunjung tercapai. Kondisi pengelolaan parkir
yang karut marut inilah yang mendorong DPRD Kota Mataram menyusun Perda
inisiatif mengenai pengelolaan parkir.
Penyusunan
Perda pengelolaan parkir ini cukup menguras tenaga, pikiran serta biaya. Anggota
Dewan yang tergabung dalam Panitia Khusus raperda pengelolaan parkir ini
melakukan studi komparasi ke daerah lain yang pengelolaan parkirnya dianggap
berhasil. Tetapi setelah diketok tahun 2015 lalu, hingga berganti tahun, Perda
pengelolaan parkir tersebut, belum ada tanda-tanda akan mulai diberlakukan.
Padahal,
Perda pengelolaan parkir itu diyakini akan mampu membawa perubahan signifikan
terhadap capaian parkir, baik retribusi maupun pajak parkir. Seperti disampaikan
mantan Ketua Pansus pengelolaan parkir
DPRD Kota Mataram, Misban Ratmaji, SE., Perda pengelolaan parkir itu semestinya
sudah mulai diterapkan tahun 2016 ini. Sayangnya, sosialisasi yang diklaim
Dishubkominfo Kota Mataram, tidak nyata.
Sosialisasi
mestinya tidak sebatas memberitahukan aturan baru itu kepada juru parkir saja,
melainkan kepada masyarakat secara luas sebagai penggunaja jasa parkir. Sosialisasi
yang diharapkan oleh kalangan Dewan, Pemkot Mataram membuat spanduk dan baliho
sebanyak-banyaknya.
Baliho
ini dipasang di titik-titik parkir. Tujuannya supaya masyarakat pengguna jasa
parkir mengetahui hadirnya aturan baru terkait parkir. Bahwa aturan yang baru,
parkir tepi jalan umum harus menggunakan karcis. Tanpa karcis, masyarakat boleh
tidak membayar. Setelah Perda diketok, Pemkot Mataram seharusnya segera
melakukan sosialisasi secara menyeluruh.
Sehingga
per Januari 2016, Perda pengelolaan parkir itu sudah efektif berlaku. Lambannya
Pemkot Mataram mengeksekusi Perda Pengelolaan Parkir ini, cukup disayangkan. Padahal,
tidak lama setelah Perda itu diketok, APBD Kota Mataram tahun anggaran 2016
juga telah ditetapkan. Sehingga kalau alasan keterlambatan penerapan perda
pengelolaan parkir tepi jalan umum karena nihilnya anggaran untuk pembuatan
karcis parkir maupun spanduk dan baliho, jelas tidak masuk akal.
Kelambanan
yang ditunjukkan Dishubkominfo ini menunjukkan bahwa Pemkot Mataram memang
belum serius mengurus parkir. Sehingga tidak heran kalau retribusi parkir tepi
jalan umum, tidak bisa diandalkan untuk mendongkrak PAD Kota Mataram. Padahal,
kalau Pemkot Mataram ingin menjadikan parkir sebagai primadona PAD, maka mulai
sekarang parkir harus diurus dengan serius.
Apalagi
Kepala Dishubkominfo Kota Mataram menyatakan bahwa sebagian lahan parkir di
Kota Mataram diduga dikuasai oleh preman. Ke depan diharapkan, pengelolaan
parkir di Kota Mataram tertata lebih rapi. Sehingga masyarakat pengguna jasa
parkir merasa nyaman dan pendapatan dari parkir meningkat. (*)
Komentar