![]() |
Ismul Hidayat |
PANSUS
Aset DPRD Kota Mataram, terus mendalami persoalan asset di Mataram. Itu
ditandai dengan pertemuan pansus itu dengan Badan Keuangan Daerah akhir pekan
lalu. ‘’Yang menjadi perhatian pansus aset, apa yang menjadi output nantinya dari hadirnya perda ini.
Karena selama ini seperti banyak kita dengar masalah aset ini ndak selesai-selesai. Seperti mengurai
benang kusut,’’ ungkap anggota Pansus Aset DPRD Kota Mataram, Ismul Hidayat.
Sehingga,
lanjut Ismul, ada beberapa hal yang menjadi penekanan pansus aset. Pertama,
terkait dengan pola pengelolaan aset yang seharusnya tidak saja aset itu
menjadi ranah Badan Keuangan Daerah, tapi juga SKPD lain yang juga mengelola
aset. ‘’Kita harus punya data,’’ cetusnya. Politisi PKS ini mempertanyakan
masalah hibah yang diberikan oleh pemerintah pusat atau pihak ketiga, tetapi
sampai saat ini belum ada penyerahan kepada pemerintah daerah.
‘’Nah
itu, dokumen-dokumen yang dibutuhkan harus jelas sehingga tidak terjadi lagi
pengalaman seperti yang sudah-sudah. Kita sudah membangun kantor, kemudian
dituntut melalui jalur hukum, akhirnya kalah. Inikan di beberapa kelurahan
terjadi. Agar tidak seperti itu, kita meminta kepada Kepala Badan Keuangan dan
Aset Daerah, membenahi sistem pendataan,’’ terang Ismul.
Ia
mencontohkan, dari sekitar 79 persil aset, masih ada 70 persil yang belum
tertangani. ‘’Baru sembilan yang selesai,’’ sebutnya. Ini membutuhkan kerja
keras semua pihak. Komisi III yang membidangi masalah pembangunan misalnya,
sering mendapat masukan mengenai pengelolaan taman. ‘’Yang mengelola taman
siapa? Dan PAD nya masuk ke mana. Ini sudah dijelaskan oleh kepala bidang pada
Badan Keuangan Daerah, sedang dibuatkan SK,’’ ujarnya.
Demikian
pula dengan pengelolaan parkir di objek wisata sudah jelas. Apakah menjadi
parkir khusus atau retribusi parkir. Pada bagian lain Ismul menyayangkan, meski
Kota Mataram sudah dua kali mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian, namun
masalah aset di sejumlah SKPD masih saja menjadi temuan. Bahkan, aset yang
menjadi temuan di SKPD jumlahnya mencapai Rp 35 miliar.
‘’Tetapi,
setelah dicek, ternyata dokumennya tidak ada,’’ sesalnya. Ia berharap, ke depan
di masing-masing SKPD harus ada yang membidangi masalah aset. (fit)
Komentar