Mataram
(Suara NTB) –
Rapat
pansus revisi RTRW Kota Mataram dengan tim peninjau RTRW Kota Mataram diwarnai
kecurigaan pansus terhadap rekomendasi yang dihasilkan tim beranggotakan lintas
SKPD tersebut. Pansus curiga kalau rekomendasi tim peninjau merupakan hasil
jiplakan atau copy paste.
Anggota
Pansus revisi RTRW, Misban Ratmaji dan Wakil Ketua Pansus, I Gede Wiska, SPt.,
mempertanyakan ketidaksesuaian lampiran dokumen hasil kerja tim pemantau RTRW
dengan paparan yang disampaikan di hadapan pansus yang diketuai HM. Noer
Ibrahim itu. Apalagi tim ini di SK-kan oleh Walikota Mataram, H. Ahyar Abduh
pada Bulan Maret 2016 dan menghasilkan rekomendasi pada tanggal 22 Juli 2016.
Namun,
rekomendasi itu mengacu pada dokumen yang diterbitkan pada Desember 2015 lalu.
‘’Metode apa yang digunakan untuk menentukan itu,’’ Tanya Wiska. Misban juga
sempat meragukan hasil kerja tim pemantau ini. Keraguan ini lantaran dekatnya
jarak antara ketika mereka di-SK-kan oleh Walikota Mataram dengan rekomendasi
yang diterbitkan. ‘’Apa iya, dalam waktu sesingkat itu kalian sudah
menghasilkan rekomendasi,’’ tanya Misban.
Ditambahkan
anggota pansus I Gusti Bagus Hari Sudana Putra, SE., bahwa perubahan RTRW tidak
bisa dibahas secara formalitas. Karena perda ini akan berlaku dalam jangka
panjang. Sehingga harus dipikirkan dengan matang agar daerah ini menjadi lebih
baik.
Menanggapi
kritikan pansus, Anggota Tim Pemantauan dan Evaluasi Pemanfaatan Ruang di
Mataram, M. Nazarudin Fikri berkilah ada kekeliruan redaksional. Ia membantah
jika rekomendasi itu hasil copy paste. Dalam kesempatan itu, Fikri hanya
membacakan ulang hasil rekomendasi timnya yang sesungguhnya sudah ada di tangan
pansus.
Katanya,
ada tiga kesesuaian dan hasil pembobotan kriteria dan indikator. Yakni, tingkat
kesesuaian tinggi (>50 persen – 100 persen), artinya pemanfaatan ruang telah
sesuai dengan rujukan rencana tata ruang. Tingkat kesesuaian sedang (>25
persen – 50 persen), artinya pemanfaatan ruang masih belum sepenuhnya sesuai
dengan rujukan rencana tata ruang. Dan, tingkat kesesuaian rendah (0 persen –
25 persen), artinya pemanfaatan ruang belum sesuai dengan rujukan rencana tata
ruang.
Dikatakan,
tingkat investasi di Mataram sangat tinggi. Eksekutif melihat perlu dilakukan
penyesuaian RTRW. Ini salah satunya berjutuan bagaimana mewujudkan perekonomian
masyarakat yang lebih baik. Ia mencontohkan, dengan terbangunnya mall, dapat
menyerap tenaga kerja cukup signifikan. ‘’yang paling sederhana, ketika malam
tahun baru, tidak semua masyarakat numpuk di jalan. Yang punya uang bisa
merayakan tahun baru di mall,’’ ujarnya. (fit)
Komentar