Tidak Relevan dengan Kondisi Mataram

Parhan
ANGGOTA Komisi I DPRD Kota Mataram, Parhan, SH., menyarankan agar syarat pendidikan bagi calon kepala lingkungan tidak diturunkan. Seperti diatur dalam perwal bahwa syarat minimal mencalonkan diri sebagai kepala lingkungan adalah SMP. Kalau kemudian muncul usulan untuk merevisi perwal, menurut dia, hal itu tidak relevan dengan kondisi Kota Mataram.

Menurut mantan kepala Lingkungan Karang Bata, Sandubaya ini, persoalan yang dihadapi Kota Mataram semakin kompleks. Sehingga, untuk memimpin suatu lingkungan, diperlukan kepala lingkungan dengan tingkat pendidikan yang memadai. Kalaupun ada orang yang ditokohkan ingin mencalonkan diri sebagai kepala lingkungan, tetap harus mengacu pada syarat pendidikan.

Karena bagaimanapun juga, itu akan berkaitan dengan pola pikir  ''Itu sebabnya kemarin dalam perwal kenapa syarat pendidikannya minimal harus SMP,'' terang Parhan. Menurut dia, kaling sekarang bukan seperti kaling-kaling zaman dulu. Karena ada juga tugas administrasi yang harus dikerjakan oleh kaling. Walaupun sekarang ada sistem kelembagaan lingkungan.

‘’Ada kepala lingkungan dan ada sekretaris lingkungan,’’ sebutnya. Sayangnya keberadaan sekretaris lingkungan ini bekum berjalan efektif. Karena dalam aturan, katanya, yang menerima insentif hanya kaling. Mestinya, lanjut Parhan, Pemkot juga menganggarkan insentif untuk sekretaris lingkungan. Sehingga keberadaan mereka tidak terkesan hanya tempelan belaka.

Parhan tidak mempermasalahkan kalau memang ada masyarakat yang menginginkan agar perubahan perwal tersebut. Namun, ia memberi catatan, perubahan perwal itu bisa saja dilakukan sepanjang memang, mayoritas masyarakat menghendakinya. Tidak hanya syarat pendidikan, ada lagi syarat yang sempat menjadi perdebatan. Yakni calon kaling tidak berafiliasi pada salah satu partai politik.

‘’Tapi di KPU itu kan tidak mensyaratkan kaling tidak boleh nyaleg,’’ ucapnya. Syarat ini juga harus dibenahi. Di Mataram misalnya, ketika pemilu legislatif lalu, banyak kaling mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. ‘’Ini bukan kaling-kaling seperti zaman dulu. Saya sudah merasakan itu,’’ ungkapnya. Parhan menegaskan, menjadi kepala lingkungan, sejatinya bukan main-main.


Sebagai ujung tombak pemerintahan, kaling mempunyai banyak pekerjaan. Terlebih dengan hadirnya dana lingkungan Rp 50 juta untuk tiap lingkungan, jelas menuntut kaling mampu menyusun administrasi keuangan. ‘’Kalau Lurah itu mungkin bisa dikatakan hanya terima jadi dari kaling,’’ pungkasnya. Tidak itu saja, jam kerja kaling juga bisa 24 jam mengingat tingginya intensitas aktivitas degan masyarakat. (fit)

Komentar