FENOMENA
minimnya jumlah peserta didik baru di sejumlah sekolah, baik negeri maupun
swasta, kembali terjadi di Kota Mataram pada tahun ajaran baru ini. Kondisi ini
disayangkan oleh banyak pihak karena setiap sekolah seharusnya memiliki minimal
satu kelas siswa baru sebagai tolak ukur keberhasilan SPMB (Seleksi Penerimaan
Murid baru).
Wakil
Ketua DPRD Kota Mataram, Hj. Istiningsih, S.Ag., mengungkapkan bahwa fenomena
ini bukan hal baru. "Setiap tahun selalu ada saja sekolah yang jumlah
murid barunya sangat minim. Ini perlu menjadi bahan evaluasi menyeluruh,”
ujarnya kepada Suara NTB di DPRD Kota
Mataram, Kamis (17/7).
Ia
menilai bahwa dalam sebuah lingkungan sekolah pasti terdapat masyarakat dengan
anak-anak usia sekolah. Oleh karena itu, bila sekolah tidak mendapatkan siswa
yang cukup, perlu dicermati dari berbagai sisi, mulai dari sarana-prasarana
hingga persepsi masyarakat.
“Kalau
dari segi mutu, saya rasa semua sekolah berusaha meningkatkannya. Tapi kadang,
yang terjadi di lapangan adalah soal persepsi. Banyak orang tua dan anak-anak
beranggapan bahwa sekolah tertentu dianggap kurang, sementara sekolah lain
dinilai lebih unggul,” terang politisi PKS ini.
Persepsi
inilah, menurutnya, yang menciptakan label "sekolah favorit" di
tengah masyarakat. Padahal, banyak sekolah di pinggiran kota yang justru
memiliki kualitas dan prestasi tak kalah dengan sekolah di pusat kota.
"Anak-anak
cenderung memilih sekolah A atau B yang dianggap favorit. Padahal kualitas
pengajaran dan pembelajaran tidak semata-mata ditentukan oleh lokasi sekolah,”
tambahnya.
Hal
ini berdampak pada menumpuknya pendaftaran di beberapa sekolah yang dianggap
unggulan, terutama di kawasan Jalan Pejanggik dan Jalan Udayana. Sementara itu,
sekolah-sekolah lain, terutama yang berada di pinggiran, kekurangan peserta
didik. Ini disebut sebagai kondisi yang mengkhawatirkan jika dibiarkan terus
menerus.
Selain
itu, faktor ekonomi dan biaya pendidikan juga menjadi salah satu alasan mengapa
masyarakat mempertimbangkan sekolah swasta, meskipun biaya jauh lebih tinggi.
“Jika orang tua tetap memilih sekolah swasta meski biayanya mahal, artinya ada
nilai tambah yang dilihat di sana. Ini menjadi tantangan bagi sekolah negeri
agar memiliki daya saing yang seimbang,” Jelas Isti.
Menurut
orang nomor dua di DPRD Kota Mataram ini, bahwa kurikulum di sekolah negeri
sudah sangat baik, namun yang perlu ditingkatkan adalah strategi untuk menarik
minat siswa, misalnya melalui kegiatan ekstrakurikuler, muatan lokal yang
menarik, dan kreativitas dalam pengajaran.
“Guru
sekarang tidak bisa hanya datang, mengajar, lalu pulang. Anak-anak perlu
pendekatan yang lebih humanis, pembelajaran yang menyenangkan, dan suasana
sekolah yang membuat mereka betah,” katanya.
Dinas
Pendidikan sendiri sempat mewacanakan sistem rotasi guru sebagai bagian dari
pemerataan mutu pendidikan. Namun belum diketahui apakah kebijakan tersebut
sudah berjalan sepenuhnya.
Isti
menekankan pentingnya peran orang tua dalam menyampaikan kepada anak bahwa
kualitas pendidikan tidak selalu berkaitan dengan status "favorit".
“Sekolah yang baik adalah sekolah yang membuat anak berkembang dan merasa
nyaman dalam belajar,” pungkas Isti
Komentar