Cabut Larangan Rapat di Hotel
KEBIJAKAN
Pemerintah pusat yang menerapkan larangan rapat di hotel, menuai dampak.
Setidaknya, Selasa (27/1) kemarin ratusan massa dengan label Federasi Serikat
Pekerja Pariwisata mendatangi Pendopo Walikota Mataram. Mereka menyuarakan
betapa kebijakan Menteri PAN dan RB, Yuddy Chrisnandi itu telah merugikan
mereka.
Pascalarangan
itu, memang kegiatan pemerintah di hotel-hotel memang tak segencar dulu. Sebelum
terbitnya larangan itu, berbagai kegiatan maupun event kerap digelar di hotel berbintang di Kota Mataram. Sekarang,
kegiatan yang mengambil lokasi di hotel-hotel didominasi oleh kalangan swasta
dengan intensitas yang masih terbatas.
Kondisi
ini harus diakui, tidak hanya berdampak pada pendapatan hotel bersangkutan,
tapi juga pemerintah daerah. Selama ini, salah satu sektor penyumbang
pendapatan asli daerah yang cukup besar, adalah pajak hotel dan restoran. Apalagi
Kota Mataram merupakan salah satu kota tujuan MICE (Meeting, Incentive, Conference, dan Exhibition) di Indonesia.
Kebijakan pemerintah pusat itu, jelas tidak nyambung dengan konsep Mataram
sebagai kota tujuan MICE.
Ada
harapan dari masyarakat pelaku pariwisata bahwa, apa yang diserukan mereka
ketika mendatangi Pendopo Walikota, tidak hanya berhenti di tangan Walikota. Artinya,
aspirasi pekerja pariwisata harus diteruskan kepada pemerintah pusat. Muaranya
tentu saja meminta agar pemerintah pusat mencabut larangan rapat di hotel. Rencana
Walikota Mataram, H. Ahyar Abduh bersurat ke pemerintah pusat terkait desakan pekerja
pariwisata di Kota Mataram, memang merupakan solusi jangka pendek yang bisa
ditempuh.
Walikota
akan bersurat Rabu (28/1) hari ini. Kalau memang surat Walikota direspon cepat
oleh pemerintah pusat, tentu menjadi prestasi tersendiri bagi Walikota Mataram.
Namun jika sebaliknya, maka harus ada langkah lainnya yang ditempuh Pemkot
Mataram. Misalnya menemui langsung pemerintah pusat. Gagasan Walikota yang
rencananya akan mengundang para pengelola hotel untuk duduk bersama membahas
dampak larangan rapat di hotel tersebut.
Meskipun
Walikota Mataram mengklaim belum menerima laporan ada hotel yang merumahkan
atau mem-PHK karyawannya. Sebagai langkah antisipasi, gagasan duduk bersama
pengelola hotel sebainya memang harus dilakukan secepatnya. Bagaimanapun, Pemerintah
pusat tidak boleh membuat kebijakan yang menyulitkan. Pasalnya, tidak hanya
Kota Mataram. Banyak daerah di Indonesia merupakan kota tujuan MICE.
Hal
ini harus menjadi pertimbangan penting pemerintah pusat terkait kebijakan
larangan rapat di hotel. Selain itu, langkah lain yang nampaknya juga perlu
dilakukan para pengusaha hotel adalah inovasi atau kreativitas bagaimana
menarik minat kalangan swasta untuk mau memanfaatkan hotel mereka sebagai pusat
pertemuan dan event-event lainnya.
Sehingga, seperti disampaikan Walikota Mataram, agar tidak hanya berharap dari
kegiatan-kegiatan pemerintah yang dilaksanakan di hotel. Tapi bagaimana upaya
meningkatkan promosi sehingga banyak kegiatan di luar pemerintahan bisa
dilaksanakan di hotel. (*)
Comments